Minggu, 30 Desember 2018

2018: Trisula Kerelaan

09.37.00 0 Comments

Titik tertinggi itu bernama kerelaan. Me·re·la·kan v memberikan dengan ikhlas hati; melepaskan (menyerahkan) dengan tulus hati. 2018 mungkin adalah puncak jatuh bangun kehidupanku hingga saat ini. Tak menutup kemungkinan tahun-tahun lainnya akan lebih berat. Karena kita tengah menghadapi kesulitan-kesulitan, menampung air mata sebab mempersiapkan hal lain yang lebih besar daripada itu. Lebih susah daripada itu.

Melepaskan Pekerjaan
Menjadi seorang fresh graduate dengan obsesi tinggi dan mimpi yang telah tersusun rapi seringkali membuat kita menjadi seseorang yang idealis. Ingin kerja di sini dan di sini. Sebagai ini atau ini. Dan banyak sekali standar tinggi yang ditetapkan. Mendapatkan pekerjaan sesuai keinginan, yang membuat kita bahagia adalah sebuah mimpi yang menjadi nyata. Pemanasan ujian besar sudah dilakukan sejak awal kerja. Lewat kerja 3 shift, saya belajar bagaimana tetap terjaga di tengah malam, bagaimana tak pernah terlupa untuk sholat malam, bagaimana tetap berfikir cepat dan rasional di tengah malam, dan juga tepat waktu untuk Sholat Subuh. Lewat kerja team saya belajar bagaimana komunikasi, mencari penyelesaian masalah secara tepat dan cepat, bagaimana belajar mendengar keluhan, bagaimana memberi jarak antara urusan pribadi dan urusan pekerjaan. Lewat pekerjaan ini pula bagaimana saya belajar menjadi seorang pemimpin untuk membawa tim, untuk memberikan contoh, tanpa melihat bagaimana fisik yang dimiliki.

Sabtu, 22 Desember 2018

05.07.00 0 Comments

Ada wanita, yang tetap saja memelihara luka-lukanya demi seseorang yang dia suka. Ada banyak orang di luar sana yang menungguinya, namun ia tak pernah ingin untuk memilikinya. Diselanya darah yang menetes sendiri, ditutupnya luka atas harap yang tak terbalas, ditahannya penuh lirih perasaan yang tak kunjung berbalas itu. Dia menikmati lukanya, kesedihannya, serta penantiannya yang tak kunjung terbalas. Dia, wanita yang mencintai luka-lukanya.


Jumat, 07 Desember 2018

Jakarta

22.04.00 0 Comments
Jakarta, Agustus 2017

Kenapa lo pindah Jakarta?
Nggak sengaja. Gue iseng daftar UI buat ngisi waktu luang masuk Apoteker. Eh keterima.
Nggak ada kampus lain lo coba?
Ada. ITB. Sehari sebelum pengumuman UI. Gue depresi banget nggak lolos. Kecewa sama diri sendiri.
Terus pas lo keterima di sini?
Seneng. Tapi gue ngerasa nggak sanggup.
Enakan di Jogja kan? Gue pengen pindah dari Jakarta. Menikmati pantai, laut, hutan, kebun. Di sini gue cuma liat asap, macet, sama mall.
Ehe. Jalanin aja dulu apa yang kita punya sekarang.
Iya. Lo semangat ya! Gue juga pas awal-awal kuliah di UI stress banget. Sekarang mah, bawa happy aja. Tinggal setahun kok!
Hehe. Iya. Yuk cabut!

Terhadap apapun yang belum Tuhan berikan. Tak usah kau mengutuki nasib. Itu bukan hukuman untukmu para penabung dosa. Itu adalah tanda bahwa Dia tahu apa yang kamu butuhkan. Dia menjagamu dari orang yang salah, Dia menghindarkanmu dari tempat yang belum tentu baik untukmu. Lalu Dia memberikan kejutan lain. Yang membuatmu merasa lebih bersyukur.

Jangan pula kita penuh percaya diri. Bahwa cobaan kita sendiri yang jauh lebih susah dibanding lainnya. Jangan terlalu mudah berbangga akan hal itu.

Jakarta. Tempat yang menjadi tujuan banyak manusia. Kota tempat cita digantungkan. Kota dengan gemerlap kota dan kesibukan yang tak henti berlalu lalang.

Mengeluh secukupnya. Bersyukur sebanyak-banyaknya. Bisa saja keisengan yang tidak sebgaja itu adalah suatu jalan untukmu menjadi lebih dari dirimu sebelumnya. Segala peluh di kota ini tak akan selesai hanya dengan mengeluh.

Saat itu, benar-benar setengah mati berlarian di antara desakan pengguna KRL, berdiri tegar di dalam busway yang macet, dan yang paling penting menjadi bersinar di antara pendar lampu gedung-gedung Ibu Kota.

Rasa lelah, tak sanggup, ingin menyerah adalah rasa yang pernah menghinggapi saat menjalani rutinitas. Berulang. Terjadi setiap hari. Yang dapat dilakukan hanya dua kata: Jalani Saja.

Nyatanya kini, kita sudah berada jauh di depan. Meninggalkan segala keluh dan peluh di Ibu Kota. Kita sudah bisa mengucapkan selamat tinggal dan berbangga atas kerja keras saat itu.

Jalani saja. Mengeluh secukupnya. Lalu, tengoklah ke belakang. Aku sudah menyelesaikannya. Aku bangga akan hal itu. Semuanya akan berlalu. Bahwa semuanya akan menjadi kenangan. Jakarta... Mungkin aku rindu.

Bandung

21.44.00 0 Comments

Hai, weekend masuk nggak?
Enggak nih. Proses udah beres
Ada acara nggak?
Ada.
Hah, apa?
Mau ngajak kamu main ke lembang.


Seringkali, hal yang menjadi pemberat untuk meninggalkan sesuatu adalah kebiasaan. Kebiasaan yang terulang kemudian jadi kenangan. Deretan foto di galery handphone, tumpukan karcis wisata yang lusuh di dompet, hingga warna baju yang tercampur lumpur, getah pohon, ataupun terkena percikan makanan.
Lalu, ada kerinduan lain yang terbesit saat tidak lagi menjadi bagian dari Gedung Abu itu. Merelakan jam tidur yang benar-benar tidak terpakai. Berjaga malam hingga pagi, lalu mandi dan menikmati keindahan alam hingga malam menjelang lagi.

Terkadang, pertemanan muncul sebab adanya kepentingan-kepentingan. Bahagia dan saling mengerti timbul sebab adanya ikatan emosi. Tanpa banyak kata, tanpa banyak ingin, mereka tahu tentang apa yang kita rasa. Mereka menjelma menjadi diri kita di sisi yang berbeda.
Tumpukan Batch Record, deretan CAPA, segudang masalah di kantor. Seringkali menjadikan kita terbiasa bersama dalam masalah-masalah. Menjadikan kita lebur. Untuk menjadi satu dalam emosi.

Entahlah di malam itu, Bandung yang sedang hujan lebat-lebatnya membuatku merasa hangat. Oleh pelukan mereka. Oleh kehangatan senyum mereka. Dan tentu saja cerita-cerita yang menyentuh hati.

Semoga besok atau lusa, kita bisa kembali bertemu. Aku tahu, kita tak akan sama lagi seperti dulu. Tapi, kita saling memiliki sepasang bahu untuk tempat mengadu.

Kamis, 22 November 2018

07.52.00 0 Comments


Aku ingin bercerita, kepada senja yang menjadikanmu terlupa. Ada yang tak terlukis saat senja jatuh: tentang melatih untuk tidak mengeluh. Satuan jarak dan waktu diam-diam menghanyutkan keterlupaan. Berbicara pada sepi. Meninggalkan pesan yang tak terbaca. Mengabaikan telefon yang terus berdering. Terkadang tangis hadir untuk beberapa hal yang tak bisa dijelaskan. Lama duduk menikmati desiran angin dan deburan ombak, mengamati temaram bilah emas yang mulai memudar. Ada hal yang secara jelas ia ajarkan: kehilangan. Bagaimanapun, kehilangan dan melepaskan hanya menyisakan pesan untuk terus menjalani kehidupan. Merintih dan berjinjit di atas luka yang mungkin kau buat sendiri. Tidak semua hal kamu harus tahu. Tidak semua hal perlu penjelasan. Lalu, luka semakin hari akan semakin pulih. Entah oleh waktu, atau hadirnya orang baru.

07.36.00 0 Comments


Menuliskan kisahmu, serasa pulang. Ke tempat selama ini rindu dituju. Semuanya memang sering baru ternyatakan saat hampir hilang.

Selasa, 06 November 2018

Tidak Semua

02.19.00 0 Comments

Jika semua yang kita kehendaki terus kita MILIKI, darimana kita belajar IKHLASJika semua yang kita impikan segera TERWUJUD, darimana kita belajar SABAR
Jika setiap doa kita terus DIKABULKAN, bagaimana kita dapat belajar IKHTIAR -Dahlan Iskan

mungkin Allah sedang rindu, karena sempat pernah terlewatkan oleh tumpukan rencana produksi yang dikejar target. mungkin Allah pernah diabaikan, oleh tanda tangan puluhan batch produk yang belum tersentuh. mungkin Allah sempat terlupakan, oleh asyiknya menikmati alam ciptaan-Nya, tanpa bersujud dengan kerendahan hati.

selama Bulan September, perahu kayuku goyah terkena badai yang sangat dahsyat. ikan-ikan karnivora bergigi tajam siap mengintai dari bawah, angin dan badai mengombang-ambingkan perahuku, hingga petir dan hujan yang menusuk-nusuk wajahku. saat seseorang berada di titik terendahnya, ia akan mengeluarkan kekuatan yang bahkan dirinya sendiri pun tak menyangka akan memiliki kekuatan tersebut. bersusah payah aku mencari daratan, mengeringkan pakaian, melupakan badai besar itu, dan melanjutkan hidup.

kita mungkin terbiasa mendengar bahwa setelah badai terlalui, akan ada pelangi. tapi, lupakah kita bahwa di antara badai dan pelangi itu bisa jadi ada badai-badai lainnya. entah lebih besar, atau lebih kecil. tidak melulu satu badai berhadiah satu pelangi. tidak. bisa jadi ini adalah sebuah pemanasan dari titik ujian lainnya.

Oktober - November dengan sisa-sisa kekuatan, kembali mengumpulkan keberanian. September lalu, melepaskan satu pekerjaan yang mengasyikkan untuk seorang Farmasis industri. memegang kendali atas dibuatnya ratusan produk steril, yang dipasarkan hingga jauh. mengatur dan mendengarkan keluh kesah pekerjaan - hingga kehidupan pribadi puluhan orang. menjadi anak kecil 23 tahun yang harus bisa membantu memberikan solusi atas permasalahan pribadi, apalagi mengharuskan menyelesaikan masalah produksi.

di bulan-bulan ini kembali diuji.

Sabtu, 03 November 2018

11.26.00 0 Comments

Jauh sebelum HRD menelfon, namamu tercetak pada kertas pengumuman, kamu ikut tes ini itu, di kota ini di kota itu, ataupun map cokelatmu terabaikan, Allah telah menetapkan untukmu. Jalani saja. Jangan banyak mengeluh. Kalau itu bukan jalanmu, kelak kamu akan tahu. Dan jika itu memang jalanmu, kamu juga akan tahu.

Sabtu, 20 Oktober 2018

06.15.00 0 Comments


Dia bukan kekasihmu. Namun diam-diam kau titipkan harap dan mimpimu pada tangannya. Kau mencintainya. Lalu setelah berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan empat lima tahun kalian habiskan waktu untuk bercerita tentang hal menyenangkan, masa depan, hingga menyelesaikan masalah satu sama lain bersamaan. Dan saat ini kau baru tahu. Bahwa dia tidak ada sedikitpun rasa untukmu. Bahkan dia tidak merasa bahagia atas banyaknya perhatian yang kau berikan. Dia tidak memiliki perasaan yang sama akan dirimu. Apakah ini hal paling menyakitkan yang pernah kau jumpai? Apakah setelah kau menyadari ini, segalanya akan baik-baik saja?

Sabtu, 06 Oktober 2018

01.12.00 0 Comments


Mungkin saat ini kau tersenyum melihat rentetan pesan berantai di layar handphonemu, mengulang-ulang membaca ucapan selamat pagi, memutar pesan suara yang ia kirimkan untukmu. Mungkin hanya menunggu satu atau dua tahun lagi untukmu duduk berdua dengannya, di antara pinus yang meranggas. Pinus itu malu. Cinta kalian bersemi, ia tak kuasa menyamai kehidupan yang kalian buat bersama. Ia gugur. Satu persatu.

Setelah nanti kalian dapat duduk bersama, mencecap kopi dengan aroma yang menyeruak ke palung hati terdalam, atau membaca beberapa buku bersama kalian harus ingat satu hal. Sabar. Berapa panjang sabar yang telah saling kalian siapkan? Menyimpan debar yang tak kunjung temu. Menerima segala lebihnya. Melengkapi segala kurangnya. Bahkan saling sabar membagi asa dan harap.

Semoga, esok atau lusa dia datang menemuimu di situ. Duduk dengan hangat di antara kabut Kota Lembang yang gigil. Menyajikan secangkir senyum penuh harap. Dan membersamaimu dalam kesabaran-kesabaran lainnya yang panjang.

In frame: Deassy dalam arahan gaya dan foto yang aku ambil sambil marah-marah

00.39.00 0 Comments
Aku baru memahami, bahwa untuk menilai bagaimana ketulusan seseorang adalah dengan melihat seberapa banyak waktu yang ia luangkan untukmu. Lalu, mau kah kau sebentar saja berdiri di sini untuk melengkapi? Sebab ditambahnya satu orang berdiri di sini adalah menggenapkan. Bukankah jika genap, dapat terbagi merata? Terbagi sama rasa suka dan duka. Kemarilah!  Kakiku sudah lelah menungguimu di sini.

Rabu, 26 September 2018

08.55.00 0 Comments

Seringkali kita menilai bahwa bahagia adalah terletak pada hasil akhir
Namun, dari mana kita tahu bahwa sesuatu itu telah menjadi akhir?
Atau malah baru menjadi permulaan atas penyebab sesuatu lainnya?
Bahagia yang setiap hari dapat kita lakukan adalah terletak pada penerimaan
Bagaimana kita menerima jatah peran yang sudah diserahkan pada kita
Penerimanaan
Dan titik tertinggi itu bernama penerimaan

Kamis, 20 September 2018

09.07.00 0 Comments
saya menulis bukan untuk menceritakan sebuah kisah
tetapi untuk menciptakan sebuah kisah
saya menulis karena saya sulit merasa bahagia
saya menulis karena saya ingin merasa bahagia

- Orhan Pamuk

09.06.00 0 Comments

seringkali, menerima menjadi satu-satunya hal yang hanya bisa kita lakukan

setelah melewati ombak dan onai yang besar, belum tentu setelahnya kita mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa besarnya. boleh jadi itu adalah ombak kecil yang Allah siapkan untuk kita bersiap menghadapi hal lain yang lebih besar lagi.

Resign: Keputusan Berat?

09.02.00 0 Comments
menjemput senja bukanlah menjemput sebuah perpisahan. laiknya malam, pagi akan bersambut dengan cita dan harap yang lebih indah. pun perpisahan. ia ada untuk menjemput pertemuan lainnya. 

keputusan besar dan beratkah? sebab, ada impian yang penah diam-diam kita tuliskan, ataupun secara terang-terangan kita teriakkan. salah satu mimpi dari seorang apoteker minat industri dan bahan alam adalah bekerja di industri. yang lebih menantang, produksi. lebih lagi, sediaan steril. ada suka dan haru saat memanggul tugas baru. ada air mata, peluh, bahkan kaki yang pecah-pecah. mungkin sebagian dari mimpi yang menjadi nyata.

meninggalkan suatu hal yang kita sukai mungkin sebuah perkara susah. namun, kita berada pada konstilasi rumit. tidak tahu bahwa hal yang tersusun A hingga Z adalah hal yang memiliki banyak pengganggu. bisa saja. kita berjalan dengan hati-hati, di sebelah kiri. tiba-tiba ada mobil dengan rem blong menabrak kita. ah, indah memang rencana manusia. tapi Allah selalu menyisipkan kekuatan di dalamnya.

di Hari Jumat itu, saat aku duduk dengan keringat dingin sebesar biji jagung, duduk yang gelisah, aku tahu, kita seperti saling tunggu menunggu. kau menungguiku untuk membuktikan, apakah benar, aku akan meninggalkan satu hal yang aku cintai demi dirimu. apakah aku akan segila itu? meminta resign hanya dalam waktu 4 hari. apakah benar, aku akan mengabdikan diriku untukmu? memberikan pelayanan terbaik untuk seseorang yang paling kucintai dalam hidup? sebelum aku mencintai pasienku, atau ada seseorang yang kelak titahnya harus selalu kupatuhi?
07.55.00 0 Comments


nampaknya, aku memang harus sering pergi sendirian. meninggalkan riuhnya kepala, tak acuhnya dunia., dan memilih berkawan dengan sepi. sebab dengan begitu aku jadi lebih bisa tahu, apa yang sebenarnya aku butuhkan saat ini.

aku, dalam perjalanan tengah malam dari Bandung ke Jogja

R e n c a n a

07.43.00 0 Comments
"Dont think about what can happen in a month. don't think about what can happen in a year. just focus on twenty-four hours in front of you and do what you can to get closer to where you want to be."

Bandung terik di Hari Selasa, 4 September 2018
kamar yang berantakan, packing yang belum selesai, badan panas dingin habis shift malam, dan pikiran yang entah sudah jauh melayang ke mana. kakiku dingin, tanganku dingin dan kesemutan. sejak semalam. entah. mungkin aku terlalu kaget dengan keputusan yang baru saja diambil.

hari jumat lalu, aku mengajukan pengunduran diri ke perusahaan. aku tahu, hadiah bagi pegawai yang meluluskan diri sebelum wisuda selama 3 tahun dari perusahaan adalah denda. aku baru memutuskan hal ini hari senin sebelumnya. tidak ada tawar menawar lagi. tidak ada negosiasi. keputusanku bulat. tak ada yang aku beritahu sebelumnya. agar aku bisa fokus dengan tujuanku: r e s i g n.

banyak yang tidak percaya dengan keputusan mendadak ini. setelah sebelumnya pun banyak ciutan dan jeritan bahwa aku terlalu enak karena cuti terus, main terus, jalan-jalan terus. untuk hal urgensi dan menurutku adalah zona pribadiku, aku tak pernah ambil pusing. tidak pernah membalas dan membahas pertanyaan itu.

salah satu alasan sejak 8 bulan lalu aku mondar mandir adalah karena Mama. November 2017. aku meminta negosiasi ke perusahaan untuk memundurkan jadwal masuk kerja, sebab pengobatan dan pengecekan kesehatan mama di Jogja belum selesai. jika resiko terberatnya adalah aku harus melepas pekerjaan itu, tidak masalah. kita memang tidak tahu rezeki ada di mana, tapi rezeki tahu dia milik siapa. sedangkan pengabdian pada Mama? tak tahu akan berhenti kapan.

setiap Sabtu - Minggu, bahkan sering menambah jatah libur aku sering bolak balik Bandung - Jogja - Semarang. tak banyak yang tahu untuk apa, dan tidak begitu penting untuk tahu tentang kehidupanku yang begini-begini saja. keluar masuk Rumah Sakit untuk check up, dapat obat setiap 3 hari sekali awalnya. kemudian menjadi harus menginap di Rumah Sakit.

cabut gigi. mungkin hal sepele, namun ternyata banyak sekali hal yang bisa timbul sebab masalah gigi. gigi yang berlubang, gigis. hasil cabutan gigi yang tidak menutup selama berbulan-bulan. infeksi yang menjadi. toksin yang berdiferensiasi. sel yang tumbuh cepat tidak pada batas wajarnya.

ameloblastoma. dari situ aku menyerahkan hidupku untuk mengabdi pada Mama. bagaimana mungkin, wanita satu-satunya yang telah berjuang di antara hidup dan matinya untukku aku biarkan sendirian menahan sakitnya? setiap ke Rumah Sakit, mama selalu bilang, "Kalau mbak kerjanya jauh (menurut Mama, Bandung itu jauh. yang dekat Jogja. hanya Jogja. padahal dari Pangkalan Bun - Semarang itu 1 jam dan lebih dekat. sedang kalau ke Jogja harus naik travel 3-4 jam lagi) kalau mama sakit siapa yang nemenin?" aku terdiam sejenak. "itu, lihat kasihan bapaknya. megang tongkat, jalan susah. berobatnya sendirian. anaknya ke mana ya?" di situ mata lelahku terasa berat. ada yang menggantung di ujung sekat-sekat mata. aku mengalihkan pandangan. menyeka air mataku yang tumpah. "Tenang mah, kapanpun Mama butuh mbak, mbak akan selalu ada. sejauh apapun itu. Mbak yang akan jadi orang pertama yang ada buat Mama." beliau tersenyum. semangat sehatnya kembali lagi.

pernah satu waktu di Bulan Ramadhan. ada banyak sekali jadwal di minggu itu. rencana buka puasa bersama, dan juga acara di panti asuhan. adikku mengabari bahwa mama opname karena Hb nya sangat rendah akibat obat sitostatika. perasaan pertama saat membaca diagnosa dokter itu, hatiku hancur, aku yang baru saja tiba di Jogja malam itu langsung ingin berteriak, kepalaku remuk, dan aku merasa tiang-tiang dan langit-langit kamar itu hancur jatuh menimpaku saat itu juga. Mama menangis sekencang-kencangnya. aku terdiam. memeluknya erat-erat. menggigit ujung-ujung bibir. berusaha tenang dan menenangkan. memeluknya lebih keras dan berkata. "Mah, pasti sembuh kok. Semangat ya. Mbak selalu ada buat Mama. I love you."

mama melepas pelukan. berselimut. menangis di kamar, dan enggan untuk keluar. saat aku tahu kabar mama diopname, saat itu juga aku memutuskan untuk pergi ke Jogja. aku menangis dan sepanjang jalan hanya bisa menangis. bagaimana tidak? induk dari sebagian darah dan DNA ku ini sedang tergeletak tak berdaya di Rumah Sakit sementara aku jauh? ada dua hal yang aku pikirkan, kelak aku tak ingin pernah ada penyesalan. dan, jika kelak aku memiliki anak, aku tak ingin anakku acuh pada diriku sendiri.

sesampainya di Rumah Sakit, Mama langsung menangis dan memelukku erat. sebelumnya Mama mengirimkan foto selfie senyum dirinya ke aku dan berkata "Mama sehat nih. Mbak nggak usah khawatir ya!" betapa terpukulnya aku. bagaimana Mama bisa menjaga perasaan anak gadisnya? padahal sakit itu benar-benar menyiksa.

dan setiap weekend di Bulan Januari - Agustus aku habiskan untuk bolak balik ke Jogja dan Semarang. menggunakan ganti hari, cuti, hingga potong gaji. akredibilitasku sebagai pekerja mungkin buruk, tapi mau bagaimana? Ibu. Ibu. Ibu.  menghabiskan dua hari raya di umah Sakit. Idul Fitri dan Idul Adha. tidur secukupnya saja, dua jam. sebab mama selalu ingin aku duduk dan membaringkan kepalaku di dekat kakinya. memeluk kakinya erat, memijitinya, dan menggenggam tangannya. dan memastikan bahwa setiap hari aku berkata, "Mamah, hari ini kok tambah seger ya? Rambutnya udah mulai tumbuh. Ayo kita seka! Mbak sayang Mama!"

sering aku tertidur di bawah kasur Mama. memakai jaket tebal dengan 3-4 lapis selimut. sebab, udara terlalu dingin, namun cukup gerah untuk Mama. mandi hanya satu kali seminggu. sebab, Mama terlalu enggan untuk ditinggal mandi. makanpun, seringkali aku menyisihkan sedikit dari bubur Mama karena Mama tidak mau ditinggal.

setiap aku mencuri-curi waktu untuk mengerjakan tugas kantor, atau membaca buku, Mama selalu bilang "Mbak sibuk kah?" saat itu hatiku remuk. apakah aku terlalu sibuk pada hidupku sehingga mengabaikan wanita ini?

lalu aku menutup buku. menutup laptop. dan memijiti Beliau sambil bercerita banyak hal. Beliau tertawa, tersenyum, dan seringkali juga meledekiku. sangat bahagia rasanya. seperti hati gersang yang baru tersiram air hujan.

hingga pada Selasa, 28 Agustus 2018
aku izin pamit Bandung ke Mama. "Mah, mbak pamit. maaf ya!" seketika wajah Mama sedih dan langsung menangis, "kenapa balik Bandung?" "Iya Mah, maafin ya. Mbak mau ngurus resign kan? biar minggu depan bisa nemenin Mama terus di sini. barangnya belum dikirim, belum matur juga ke kantor. nggak papa kan? Rabu siang mbak udah sampai sini lagi kok." aku memeluknya erat, mencium kepalanya berkali-kali sambil memuji, "Mah, rambutnya lebat banget. badannya juga bersih ini kulitnya, licin. makannya kayak kemaren ya, yang banyak!"

setiap obat yang datang, pemeriksaan yang dilakukan, hasil yang terekam, aku cari tahu. setiap hari izin bertanya pada dokter. berdiskusi. menyampaikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi beserta caranya. menyampaikan terapi yang ada, apakah bisa diaplikasikan atau tidak? aku buatkan rekam kejadian. aku cari tahu sebab akibat. mencari jurnal. standar pengobatan. kerja obat pada tingkat sel beserta efeknya. hingga cara membuat makanan MPASI. sebab, sangat sulit bagi Mama untuk menelan dan membuka mulut. setiap hari, delapan bulan. tak berhenti. apa gunanya menjadi Apoteker tapi tidak mengabdikan dirinya untuk induk pemilik tubuhnya? apapun, Mah. kulakukan.

Jadilah

06.34.00 0 Comments
1. kecewa tapi tidak mengeluh
2. terjatuh tapi tidak berhenti
3. sesak tapi tidak menyerah
4. marah tapi tidak membenci
5. sakit tapi tidak membalas
6. sedih tapi tidak berlarut-larut
7. dan terakhir, kehilangan tapi tidak berputus asa

from: @tausiyahcinta_

and I swear, I did it and I will always do it in every second of my life :')

Kamis, 01 Maret 2018

20.01.00 0 Comments

London, 12/12/17

di tengah badai salju, serpihan kenangan tentangmu kembali terbuka
ingatan-ingatan itu dengan sukarela menghancurkan isi kepalaku yang camuh
terima kasih untuk selalu memberi
terima kasih untuk selalu menerima
hingga akhirnya aku tak kuasa untuk mengucapkan itu semua
sebab, biarlah ini kan menjadi ceritaku pada Sang Maha Cinta

aku membiarkan kenangan sekaligus luka itu kembali bersemi
untuk aku nikmati sendirian dalam gigilnya malam
jika esok akan datang lagi menjadi misteri
aku harap kamu selalu menghadirkan hangat untukku: walau dalam pilu

20.01.00 0 Comments


di tengah badai salju, serpihan kenangan tentangmu kembali terbuka
ingatan-ingatan itu dengan sukarela menghancurkan isi kepalaku yang camuh
terima kasih untuk selalu memberi
terima kasih untuk selalu menerima
hingga akhirnya aku tak kuasa untuk mengucapkan itu semua
sebab, biarlah ini kan menjadi ceritaku pada Sang Maha Cinta

19.54.00 0 Comments


kepada kamu,
ada rindu yang mengais hingga palung terdalam setiap sukma
menghujani diriku di luar sana dengan kegemingan yang kau buat sendiri
diammu yang membinasakan jiwaku
ada memori yang kau tinggal kemudian lama-lama menjadi tanya

19.01.00 0 Comments
if you can say a goodbye for everyone in your special life, another hello just one step ahead before them. so, watch your step than!

19.00.00 0 Comments
jika semua hal sesuai dengan keinginan kita, maka tidak akan pernah tersebut pertemuan baru yang mewajibkan kita untuk memilih lupa. perksnalan dengan orang baru adalah sebuah pilihan. satu dari sekian banyak pilihan yang menyadarkan kita bahwa tidak semua apa yang diharapkan akan menjadi kenyataan. pilihan yang membuat kita lebih sadar pada fakta keinginan kita akan berbanding terbalik dengan kenyataan. tidak satu dua kali. mungkin sepuluh, dua belas, atau delapan puluh persennya.