Selasa, 06 November 2018

Tidak Semua


Jika semua yang kita kehendaki terus kita MILIKI, darimana kita belajar IKHLASJika semua yang kita impikan segera TERWUJUD, darimana kita belajar SABAR
Jika setiap doa kita terus DIKABULKAN, bagaimana kita dapat belajar IKHTIAR -Dahlan Iskan

mungkin Allah sedang rindu, karena sempat pernah terlewatkan oleh tumpukan rencana produksi yang dikejar target. mungkin Allah pernah diabaikan, oleh tanda tangan puluhan batch produk yang belum tersentuh. mungkin Allah sempat terlupakan, oleh asyiknya menikmati alam ciptaan-Nya, tanpa bersujud dengan kerendahan hati.

selama Bulan September, perahu kayuku goyah terkena badai yang sangat dahsyat. ikan-ikan karnivora bergigi tajam siap mengintai dari bawah, angin dan badai mengombang-ambingkan perahuku, hingga petir dan hujan yang menusuk-nusuk wajahku. saat seseorang berada di titik terendahnya, ia akan mengeluarkan kekuatan yang bahkan dirinya sendiri pun tak menyangka akan memiliki kekuatan tersebut. bersusah payah aku mencari daratan, mengeringkan pakaian, melupakan badai besar itu, dan melanjutkan hidup.

kita mungkin terbiasa mendengar bahwa setelah badai terlalui, akan ada pelangi. tapi, lupakah kita bahwa di antara badai dan pelangi itu bisa jadi ada badai-badai lainnya. entah lebih besar, atau lebih kecil. tidak melulu satu badai berhadiah satu pelangi. tidak. bisa jadi ini adalah sebuah pemanasan dari titik ujian lainnya.

Oktober - November dengan sisa-sisa kekuatan, kembali mengumpulkan keberanian. September lalu, melepaskan satu pekerjaan yang mengasyikkan untuk seorang Farmasis industri. memegang kendali atas dibuatnya ratusan produk steril, yang dipasarkan hingga jauh. mengatur dan mendengarkan keluh kesah pekerjaan - hingga kehidupan pribadi puluhan orang. menjadi anak kecil 23 tahun yang harus bisa membantu memberikan solusi atas permasalahan pribadi, apalagi mengharuskan menyelesaikan masalah produksi.

di bulan-bulan ini kembali diuji.
sambil menunggu seleksi CPNS, saya mendaftar beberapa perusahaan di Jogja. sedikit. tak seperti di Jakarta atau Jawa bagian Barat dan Timur. Sebab, Jogja saat ini bagiku adalah rumah untuk pulang. untuk memecah kerinduan pada Bunda, tempatku bersimpuh meminta maaf setiap harinya. dulu aku pernah berjanji pada diriku. aku ingin berkuliah dan tinggal di Jogja. refleks, tidak ada pemikiran jauh. aku hanya suka kotanya. seperti pulang ke pelukan Ibu.

dari beberapa perusahaan yang telah coba saya lamar, ada dua perusahaan yang meminta saya untuk interview. untuk Apoteker industri, pasti paham bagaimana kecintaan akan aplikasi ilmu yang dimiliki di sebuah industri farmasi. Apalagi untuk orang-orang di bagian produksi. jiwanya tangguh, kecintaannya melekat. namun jauh menyelami relung hati kecil, ada sebuah titik yang dapat mengalahkan segalanya. bisikan hati kecil.

di sini, saya selalu mengingat kata-kata Mendiang Ibu saya. bagi saya, setiap orang yang meninggal itu hanya jasad dan ruhnya yang berpisah. jasad akan melebur kembali ke tanah. namun ruh itu akan tetap ada. tidak terlihat, namun dapat dengan mudah dirasa.

ada lagu yang mengatakan "tiap Malam Jumat mayat A menangis di kuburnya. karena dia sudah berkeliling rumah, mengetuk pintu-pintu rumah, mencari anak cucunya untuk mendoakan dia. tapi apa yang dia dapat? kehampaan. andai waktu dapat diputar, aku takkan rela hartaku digunakan mereka."

dari situ, sedikit gambaran sederhana dapat disimpulkan bahwa ruh tetap ada. beberapa keinginan Mama saya adalah, saya kuliah lagi S2 di UGM. mengapa UGM? karena lagi-lagi Mama saya telah memberikan kode ke saya, "UGM aja, di Jogja. yang dekat." clue selanjutnya adalah, jangan kerja di pabrik. kasihan mbak. capek kan? yang kemudian membawa saya pada resign. saat awal saya diterima kerja, sebenarnya dengan berat hati Mama melepaskan saya. khawatir saya terlalu lelah. apalagi setelah saya bekerja sering lembur, Sabtu - Minggu sering masuk, kerja hingga 3 shift, dan di bagian produksi membuat Beliau kasihan. namun saya selalu punya cara untuk mengusir lelah. saya pun selalu mengunjungi Beliau di RS di tiap weekend (apabila kerja shift pagi).

dan hal terbesar yang diinginkan adalah, menjadi PNS. cocok untuk saya agar dapat menjadi wanita seutuhnya. bekerja sesuai dengan porsinya. masih bisa memiliki waktu istirahat normal, dan tentu saja jaminan hari tua. Mama saya hanya takut saya kelelahan. sebab, Beliau rasa beban yang saya jalankan terlalu berat. tahun lalu, saya mengikuti seleksi CPNS sekaligus seleksi masuk suatu perusahaan. air mata bahagia dan haru menyelimuti wajah Mama saya saat saya memegang skor tertinggi di Kalteng pada saat itu. tubuhnya langsung memeluk saya yang baru saja keluar ruangan. wajahnya bahagia tak tertahankan selama berminggu-minggu. 

mungkin, saat itu saya benar-benar sangat ingin bekerja di industri farmasi. belum ada keinginan kuat menjadi PNS. hingga Allah memberikan jawaban. rangking peserta lolos seleksi tahap 1 itu keluar. dipilih 39 orang dengan rangking teratas dari sekian ratus orang. dan saya berada di posisi 40. rangking 35 hingga rangking 40 (saya) memiliki skor yang sama. setipis ini Allah menunjukkan bahwa ini belum rejeki saya. saya merasa, saat itu saya salah berdoa. saya meminta apa yang saya inginkan, bukan yang saya butuhkan. saya menginginkan apa yang membuat saya kagum, bukan yang terbaik untuk saya.

Seorang yang dekat dengan Tuhan, bukan berarti tidak ada air mataSeorang yang taat pada Tuhan, bukan berarti tidak ada kekuranganSeorang yang tekun berdoa, bukan berarti tidak ada masa sulitBiarlah Tuhan yang berdaulat sepenuhnya atas hidup kita, karena Dia tahu yang tepat untuk memberikan yang terbaik - Dahlan Iskan 


keputusan saya mengundurkan diri dari seleksi 2 perusahaan yang baru-baru ini menghubungi saya adalah ridho. saya pernah mencoba melobby pada Mama saya, "Mah, ntar kerjanya di industri lagi ya. kan keren." lalu Mama saya mengingatkan satu hal. dari kerja, apa yang kamu cari? sebuah kata wah atau keridhoan? saya langsung terdiam. kemudian saya bertanya lagi mengenai seperti apa inginnya Mama saya atas diri saya ini? lalu Beliau bilang PNS, Nak. sejak akhir tahun lalu, saat Mama saya divonis kanker saya berjanji pada diri saya sendiri. apapun bentuk kerja keras saya untuk dapat menjadi seorang PNS, akan saya lakukan. 

sambil menyapih Mama saya yang tergeletak di tempat tidur, saya menunjukkan bahwa saya telah membeli beberapa buku untuk persiapan selekksi CPNS, saya sudah menyiapkan berkas-berkas, bahkan saya sudah ikut bimbel. saat itu, belum ada keputusan pasti kapan PNS akan dibuka. saya mencoba untuk menunjukkan ke Mama saya (selagi sempat) bahwa saya telah berusaha untuk mewujudkan mimpi Beliau. saya sedang berada di jalan untuk menuju ke arah sana.

hingga seleksi tiba. saya gagal saat itu. di Kalteng saat hari itu ujian, tidak ada 1 pun yang lolos karena nilai TKP (Tes Kepribadian) yang tidak memenuhi passing grade. sementara saya memenuhi nilai TKP dan gagal 1 soal di TWK (Tes Wawasan Kebangsaan). sengaja saya meminta Ayah untuk mengantar dan menemani. karena tepat setahun lalu, masih teringat di kepala saya Mama menunggui saya di depan pintu ujian. namun saat ini, saya gagal. saya menangis hingga hari ini. karena saya gagal memenuhi janji saya pada Mama. 

secara pribadi, saya tidak apa-apa. namun saya membawa sebuah pesan penting yang mungkin itu adalah kebahagiaan yang sangat besar bagi Mama. alasan lain saya mengundurkan diri dari seleksi perusahaan itu adalah karena Ayah saya meminta untuk menunggu. tunggu, siapa tahu Allah menginginkan kamu atau beberapa orang lainnya dengan nilai-nilai tersebut dirangking dan berhak seleksi tahap 2. 

kekecewaan pada diri sendiri itu membuat kita selalu berharap. selalu meminta. apakah benar, Allah sedang merindui kita? dalam hari-hari penuh harap, saya anak 24 tahun yang belum cukup dewasa ini hanya memegang 1 tujuan hidup. "asal mama ridho."

terkadang yang membuat kita takut hanya karena kita memiliki pikiran yang negatif terhadap apa yang kita takuti, selalu merasa takut ia akan benar-benar terjadi pada hidup kita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar