Kamis, 02 November 2017

dan titik tertinggi itu bernama KERELAAN

13.56.00 1 Comments
dan entah bagaimana, sebuah pertemuan itu bisa menyatukan saya dan kamu yang tengah terseok dan enggan untuk jatuh. tidak kuat melangkah, namun enggan untuk berhenti. lalu saya dan kamu dipertemukan dalam sebuah cerita yang menyatukan sebuah tujuan dalam hidup: Sahabat Beasiswa Chapter Yogyakarta


entah melalui sapa pertama, tatap pertama, atau hanya memulai dengan saling bertukar informasi, saya, kamu, dan teman-teman lainnya dipertemukan. tidak langsung. hanya berbatas layar smartphone. namun itu menjadikan kita lebih dekat lagi. hingga saatnya untuk bertemu, kita hanya membahas seperti "aku kira kamu", "ternyata kamu", atau hal lainnya

  
membutuhkan bahu untuk menyandar, kaki untuk saling membantu tumpuan, ataupun senyum yang selalu menguatkan. perjumpaan - sapa - perbincangan - kembali. sesederhana itu, namun memang sebuah perjumpaan dengan cara yang tak diduga mampu membawa banyak cerita. mengikat tawa. hingga membuatmu terpana. 

saling mengapresiasi menjadi suatu nafas. menguatkan dan membantu dalam luka. setelah letih dan peluh berkutat dengan ujian masuk profesi, yang kurasakan saat itu hanyalah merenung sendirian di kamar. mengutuki diri sendiri, tentang bagaimana aku telah kecewa pada diriku sendiri. namun aku tahu, kau tak pernah suka itu. lalu berjalan bersama, menikmati pekan seni tahunan di kota ini. satu yang aku ingat, mumpung sempat. kita nggak akan tahu esok atau tahun depan kita akan berada di mana. saat ini, saat kita masih dapat bersama dan beriring, mari kita menikmati kehidupan seni. satu yang aku inginkan, tidak pernah ada duka dan penyesalan dalam dirimu. aku hanya terdiam. sebagai tanda setuju pada dirinya.


tak semua pertemuan hanyalah tentang saya dan kamu. hanyalah sebatas tempat makan atau alun-alun. tak berbatas pada waktu dan musim. mulai mendekatkan pada bagian satu sama lain. mulai membaur dan menganggapnya adalah merupakan kebersamaan dalam perjalanan ini.

luka yang masih nanar itu terkena derasnya hujan. terpercik kilat di malam yang pekat. ini hanyalah euforia sesaat. apresiasi sekejap atas duka nanar yang berhasil kau tutupi sendiri. atas air mata yang kau sekat dengan bahumu yang berpeluh. berkali aku katakan, kau tak pernah lemah untuk meraih sesuatu. kau selalu punya kekuatan dan keberanian untuk menjadi pemenang atas dirimu sendiri. kau pejuang. dan aku mengagumimu. kebahagiaan itu lalu menjadikan banyak sekali badai dalam kepalamu: berkali-kali revisi, mencari pekerjaan, hingga aku harus melepaskanmu dalam perihnya genggaman.

setelah kepergianmu itu, aku tak lagi mempunyai daya untuk merengkuhmu. ribuan kilo meter harus kupuaskan dengan ucapan selamat pagi. kita adalah rindu yang tak punya nyali. sepasang pelukan yang hampa. dan mungkin menjadikan kita kembali terluka. entah bagaimana lagi yang kurasakan. saat akan ujian, aku mendapati dirimu yang pamit untuk pergi berjuang. aku ingat, beberapa bulan lalu kau dengan berat hati melepaskanku di pintu keberangkatan. memberikan senyum dan pelukan terhangat. namun kini, kau sekali lagi harus cukup puas dengan doa-doa yang kurapelkan.

entah bagaimana lagi. aku kini mendapati diriku dengan mata yang nanar. tak kukenali lagi wajah yang tergambar di cermin. penuh air mata dan rindu yang memburu. dalam ribuan peluk yang terlewatkan, aku hanya bisa mengirimimu Al-Fatihah. aku hanya terbaring. di antara gulungan tisu sisa kemarin, puisi-puisi yang telah usang, dan jarak yang kini tak lagi bisa kugapai. bahagia di sana Bie :)) sudah 21 hari aja yaa bie. aku tahu, sesakit apapun aku kehilanganmu, kau tetap ingin melihatku bahagia, kan? seperti hari-hari lainnya. kau hanya diam, lalu membiarkan wajahku terbenam dalam pelukan yang tentu saja selalu menenangkan. i miss you so badly :"))

Rabu, 01 November 2017

23.54.00 0 Comments
di balik kesibukan yang hingga membuatnya benar-benar sibuk, ada luka yang sedang ia obati sendiri. ada tangis yang membendung dalam tawanya dan bahagianya untuk orang lain. ada masalah pelik yang berhasil ia selimuti di antara semangatnya. sangat jauh berbeda dengan teman-temannya yang pandai menderai air mata. ia hanya ingin menunjukkan bahwa dunia begitu lunak dan penuh kasih pada dirinya. barang kali, ia memiliki seribu peri yang ada di hati dan pikirannya. membuatnya selalu menikmati setiap perih dan kehilangan yang ia miliki. dulu, aku ingat sekali dulu. ia tak pernah sedikit pun membenci atas luka yang diberikan Tuhan. ia menikmati luka berdarah yang menggerogoti tubuhnya. ia mengusap air mata dan peluhnya sendiri. mungkin dia sudah mengerti, bahwa sedikit cobaan itu akan menghantarkannya pada sebuah kehilangan yang begitu besar. tapi entah. nanti, esok, atau itu tak pernah terjadi padanya.