Selasa, 15 Juli 2014

Ode Dua Boneka Goni

07.49.00 2 Comments
Originated by Risa Umari Yuli Aliviyanti



Nampaknya semarak Art Jog di Kota Yogyakarta ini menggemparkan berbagai bagian Negara Indonesia tercinta ini. Tak terkecuali diriku yang selalu saja menyibukkan diri di dalam laboratorium ceria. Sore ini, saat kaki langit kemerahan, kusempatkan untuk mengunjunginya. Bangunan tua kokoh yang kaya akan histori dan seni.
            Di bagian depan gedung Taman Budaya Yogyakarta (TBY) ini aku disambut dengan deretan boneka goni. Aku sedikit tak mengerti tentang apa makna boneka-boneka goni ini. Ada yang berkepala binatang, badan porak-poranda, ataupun bentuk lain yang aneh. Lalu, di bawah teduhan beringin yang rimbun aku bertemu dengan seorang kakek tua yang menikmati barisan boneka-boneka goni itu. Mungkin ia cukup paham dengan barisan boneka ini.
            “Permisi, mbah!” Sapaku sedikit takut.
            Kakek tua itu tak menjawab. Tidak juga mengangguk. Menoleh pun tidak juga.
            Apakah ia bisu? Apakah ia tuli? Entahlah. Seakan ia tahu apa yang aku pikirkan, ia menoleh sambil tersenyum. Melirik tikar lusuh di kirinya. Memintaku duduk di sebelahnya tanpa banyak tanya.
Mbah, bolehkah saya bertanya?”
Lagi-lagi ia tak menjawab. Tak mengangguk. Bahkan menoleh pun tidak.
“Adalah ode suci yang mengaung-ngaung di angkasa. Keluar di antara lubang-lubang pilu pesakitan sejati. Entah apa kidung yang disampaikan. Entah apa fitnah yang ia pupuk dan tanam.”
Pria renta itu berdeklarasi. Membacakan tulisan pada secarik kertas miliknya yang sudah usang dan menguning.
“Aku tak mengetahui sedikit pun tentang sastra. Entah apa yang ia katakan. Yang ada dipikiranku adalah aku harus sesegera mungkin memberinya obat penenang seperti benzodiazepine. Atau butuh sedikit injeksi untuk menidurkannya. Aku pikir dia sedikit tidak waras. Aih, busuk sekali pikiranku.
Lagi-lagi ia seperti seorang peramal. Mengetahui apa yang sedang aku pikirkan akan dirinya. Ia tersenyum kali ini. Menatapku tajam. Sementara aku? Tubuhku bergetar hebat. Aih, apakah aku mengalami tremor?

Sepucuk Surat untuk Hati yang Baru

07.41.00 0 Comments
Duhai Kau yang Maha membolak balikkan hati dan perasaan
Duhai Kau yang menjadikan rasa cinta itu ada
dan bersemi lewat mata dan bulir doa
Duhai Kau yang Maha pemberi rasa
Duhai Kau yang mengindahkan objek yang membuatku mencinta

Ketika aku merindukan seseorang....
yang sangat aku sayangi nun jauh di sana
di kota seberang yang membutuhkan jarak dan waktu tuk bertemu
maka aku hanya dapat merindu dalam tiap kidung doaku

aku hanya mampu mendoamu dalam tiap sujudku
ku selalu meminta agar kau selalu berada di jalan - Nya
kupinta agar kau selalu menjaga hatimu
hanya untukku

kita saling tahu bahwa....
jarak jauh adalah ujian sebuah hubungan cinta
jarak dekat pun ujian keimanan sebuah hubungan cinta

Ia ciptakan doa
agar aku bisa memujimu dari kejauhan
karena mendekat belum tentu membaikkan iman kita

dan menanti dengan penuh ketulusan adalah bukti kesetiaan dan pengorbanan
sebuah hubungan cinta