Rabu, 26 September 2018

08.55.00 0 Comments

Seringkali kita menilai bahwa bahagia adalah terletak pada hasil akhir
Namun, dari mana kita tahu bahwa sesuatu itu telah menjadi akhir?
Atau malah baru menjadi permulaan atas penyebab sesuatu lainnya?
Bahagia yang setiap hari dapat kita lakukan adalah terletak pada penerimaan
Bagaimana kita menerima jatah peran yang sudah diserahkan pada kita
Penerimanaan
Dan titik tertinggi itu bernama penerimaan

Kamis, 20 September 2018

09.07.00 0 Comments
saya menulis bukan untuk menceritakan sebuah kisah
tetapi untuk menciptakan sebuah kisah
saya menulis karena saya sulit merasa bahagia
saya menulis karena saya ingin merasa bahagia

- Orhan Pamuk

09.06.00 0 Comments

seringkali, menerima menjadi satu-satunya hal yang hanya bisa kita lakukan

setelah melewati ombak dan onai yang besar, belum tentu setelahnya kita mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa besarnya. boleh jadi itu adalah ombak kecil yang Allah siapkan untuk kita bersiap menghadapi hal lain yang lebih besar lagi.

Resign: Keputusan Berat?

09.02.00 0 Comments
menjemput senja bukanlah menjemput sebuah perpisahan. laiknya malam, pagi akan bersambut dengan cita dan harap yang lebih indah. pun perpisahan. ia ada untuk menjemput pertemuan lainnya. 

keputusan besar dan beratkah? sebab, ada impian yang penah diam-diam kita tuliskan, ataupun secara terang-terangan kita teriakkan. salah satu mimpi dari seorang apoteker minat industri dan bahan alam adalah bekerja di industri. yang lebih menantang, produksi. lebih lagi, sediaan steril. ada suka dan haru saat memanggul tugas baru. ada air mata, peluh, bahkan kaki yang pecah-pecah. mungkin sebagian dari mimpi yang menjadi nyata.

meninggalkan suatu hal yang kita sukai mungkin sebuah perkara susah. namun, kita berada pada konstilasi rumit. tidak tahu bahwa hal yang tersusun A hingga Z adalah hal yang memiliki banyak pengganggu. bisa saja. kita berjalan dengan hati-hati, di sebelah kiri. tiba-tiba ada mobil dengan rem blong menabrak kita. ah, indah memang rencana manusia. tapi Allah selalu menyisipkan kekuatan di dalamnya.

di Hari Jumat itu, saat aku duduk dengan keringat dingin sebesar biji jagung, duduk yang gelisah, aku tahu, kita seperti saling tunggu menunggu. kau menungguiku untuk membuktikan, apakah benar, aku akan meninggalkan satu hal yang aku cintai demi dirimu. apakah aku akan segila itu? meminta resign hanya dalam waktu 4 hari. apakah benar, aku akan mengabdikan diriku untukmu? memberikan pelayanan terbaik untuk seseorang yang paling kucintai dalam hidup? sebelum aku mencintai pasienku, atau ada seseorang yang kelak titahnya harus selalu kupatuhi?
07.55.00 0 Comments


nampaknya, aku memang harus sering pergi sendirian. meninggalkan riuhnya kepala, tak acuhnya dunia., dan memilih berkawan dengan sepi. sebab dengan begitu aku jadi lebih bisa tahu, apa yang sebenarnya aku butuhkan saat ini.

aku, dalam perjalanan tengah malam dari Bandung ke Jogja

R e n c a n a

07.43.00 0 Comments
"Dont think about what can happen in a month. don't think about what can happen in a year. just focus on twenty-four hours in front of you and do what you can to get closer to where you want to be."

Bandung terik di Hari Selasa, 4 September 2018
kamar yang berantakan, packing yang belum selesai, badan panas dingin habis shift malam, dan pikiran yang entah sudah jauh melayang ke mana. kakiku dingin, tanganku dingin dan kesemutan. sejak semalam. entah. mungkin aku terlalu kaget dengan keputusan yang baru saja diambil.

hari jumat lalu, aku mengajukan pengunduran diri ke perusahaan. aku tahu, hadiah bagi pegawai yang meluluskan diri sebelum wisuda selama 3 tahun dari perusahaan adalah denda. aku baru memutuskan hal ini hari senin sebelumnya. tidak ada tawar menawar lagi. tidak ada negosiasi. keputusanku bulat. tak ada yang aku beritahu sebelumnya. agar aku bisa fokus dengan tujuanku: r e s i g n.

banyak yang tidak percaya dengan keputusan mendadak ini. setelah sebelumnya pun banyak ciutan dan jeritan bahwa aku terlalu enak karena cuti terus, main terus, jalan-jalan terus. untuk hal urgensi dan menurutku adalah zona pribadiku, aku tak pernah ambil pusing. tidak pernah membalas dan membahas pertanyaan itu.

salah satu alasan sejak 8 bulan lalu aku mondar mandir adalah karena Mama. November 2017. aku meminta negosiasi ke perusahaan untuk memundurkan jadwal masuk kerja, sebab pengobatan dan pengecekan kesehatan mama di Jogja belum selesai. jika resiko terberatnya adalah aku harus melepas pekerjaan itu, tidak masalah. kita memang tidak tahu rezeki ada di mana, tapi rezeki tahu dia milik siapa. sedangkan pengabdian pada Mama? tak tahu akan berhenti kapan.

setiap Sabtu - Minggu, bahkan sering menambah jatah libur aku sering bolak balik Bandung - Jogja - Semarang. tak banyak yang tahu untuk apa, dan tidak begitu penting untuk tahu tentang kehidupanku yang begini-begini saja. keluar masuk Rumah Sakit untuk check up, dapat obat setiap 3 hari sekali awalnya. kemudian menjadi harus menginap di Rumah Sakit.

cabut gigi. mungkin hal sepele, namun ternyata banyak sekali hal yang bisa timbul sebab masalah gigi. gigi yang berlubang, gigis. hasil cabutan gigi yang tidak menutup selama berbulan-bulan. infeksi yang menjadi. toksin yang berdiferensiasi. sel yang tumbuh cepat tidak pada batas wajarnya.

ameloblastoma. dari situ aku menyerahkan hidupku untuk mengabdi pada Mama. bagaimana mungkin, wanita satu-satunya yang telah berjuang di antara hidup dan matinya untukku aku biarkan sendirian menahan sakitnya? setiap ke Rumah Sakit, mama selalu bilang, "Kalau mbak kerjanya jauh (menurut Mama, Bandung itu jauh. yang dekat Jogja. hanya Jogja. padahal dari Pangkalan Bun - Semarang itu 1 jam dan lebih dekat. sedang kalau ke Jogja harus naik travel 3-4 jam lagi) kalau mama sakit siapa yang nemenin?" aku terdiam sejenak. "itu, lihat kasihan bapaknya. megang tongkat, jalan susah. berobatnya sendirian. anaknya ke mana ya?" di situ mata lelahku terasa berat. ada yang menggantung di ujung sekat-sekat mata. aku mengalihkan pandangan. menyeka air mataku yang tumpah. "Tenang mah, kapanpun Mama butuh mbak, mbak akan selalu ada. sejauh apapun itu. Mbak yang akan jadi orang pertama yang ada buat Mama." beliau tersenyum. semangat sehatnya kembali lagi.

pernah satu waktu di Bulan Ramadhan. ada banyak sekali jadwal di minggu itu. rencana buka puasa bersama, dan juga acara di panti asuhan. adikku mengabari bahwa mama opname karena Hb nya sangat rendah akibat obat sitostatika. perasaan pertama saat membaca diagnosa dokter itu, hatiku hancur, aku yang baru saja tiba di Jogja malam itu langsung ingin berteriak, kepalaku remuk, dan aku merasa tiang-tiang dan langit-langit kamar itu hancur jatuh menimpaku saat itu juga. Mama menangis sekencang-kencangnya. aku terdiam. memeluknya erat-erat. menggigit ujung-ujung bibir. berusaha tenang dan menenangkan. memeluknya lebih keras dan berkata. "Mah, pasti sembuh kok. Semangat ya. Mbak selalu ada buat Mama. I love you."

mama melepas pelukan. berselimut. menangis di kamar, dan enggan untuk keluar. saat aku tahu kabar mama diopname, saat itu juga aku memutuskan untuk pergi ke Jogja. aku menangis dan sepanjang jalan hanya bisa menangis. bagaimana tidak? induk dari sebagian darah dan DNA ku ini sedang tergeletak tak berdaya di Rumah Sakit sementara aku jauh? ada dua hal yang aku pikirkan, kelak aku tak ingin pernah ada penyesalan. dan, jika kelak aku memiliki anak, aku tak ingin anakku acuh pada diriku sendiri.

sesampainya di Rumah Sakit, Mama langsung menangis dan memelukku erat. sebelumnya Mama mengirimkan foto selfie senyum dirinya ke aku dan berkata "Mama sehat nih. Mbak nggak usah khawatir ya!" betapa terpukulnya aku. bagaimana Mama bisa menjaga perasaan anak gadisnya? padahal sakit itu benar-benar menyiksa.

dan setiap weekend di Bulan Januari - Agustus aku habiskan untuk bolak balik ke Jogja dan Semarang. menggunakan ganti hari, cuti, hingga potong gaji. akredibilitasku sebagai pekerja mungkin buruk, tapi mau bagaimana? Ibu. Ibu. Ibu.  menghabiskan dua hari raya di umah Sakit. Idul Fitri dan Idul Adha. tidur secukupnya saja, dua jam. sebab mama selalu ingin aku duduk dan membaringkan kepalaku di dekat kakinya. memeluk kakinya erat, memijitinya, dan menggenggam tangannya. dan memastikan bahwa setiap hari aku berkata, "Mamah, hari ini kok tambah seger ya? Rambutnya udah mulai tumbuh. Ayo kita seka! Mbak sayang Mama!"

sering aku tertidur di bawah kasur Mama. memakai jaket tebal dengan 3-4 lapis selimut. sebab, udara terlalu dingin, namun cukup gerah untuk Mama. mandi hanya satu kali seminggu. sebab, Mama terlalu enggan untuk ditinggal mandi. makanpun, seringkali aku menyisihkan sedikit dari bubur Mama karena Mama tidak mau ditinggal.

setiap aku mencuri-curi waktu untuk mengerjakan tugas kantor, atau membaca buku, Mama selalu bilang "Mbak sibuk kah?" saat itu hatiku remuk. apakah aku terlalu sibuk pada hidupku sehingga mengabaikan wanita ini?

lalu aku menutup buku. menutup laptop. dan memijiti Beliau sambil bercerita banyak hal. Beliau tertawa, tersenyum, dan seringkali juga meledekiku. sangat bahagia rasanya. seperti hati gersang yang baru tersiram air hujan.

hingga pada Selasa, 28 Agustus 2018
aku izin pamit Bandung ke Mama. "Mah, mbak pamit. maaf ya!" seketika wajah Mama sedih dan langsung menangis, "kenapa balik Bandung?" "Iya Mah, maafin ya. Mbak mau ngurus resign kan? biar minggu depan bisa nemenin Mama terus di sini. barangnya belum dikirim, belum matur juga ke kantor. nggak papa kan? Rabu siang mbak udah sampai sini lagi kok." aku memeluknya erat, mencium kepalanya berkali-kali sambil memuji, "Mah, rambutnya lebat banget. badannya juga bersih ini kulitnya, licin. makannya kayak kemaren ya, yang banyak!"

setiap obat yang datang, pemeriksaan yang dilakukan, hasil yang terekam, aku cari tahu. setiap hari izin bertanya pada dokter. berdiskusi. menyampaikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi beserta caranya. menyampaikan terapi yang ada, apakah bisa diaplikasikan atau tidak? aku buatkan rekam kejadian. aku cari tahu sebab akibat. mencari jurnal. standar pengobatan. kerja obat pada tingkat sel beserta efeknya. hingga cara membuat makanan MPASI. sebab, sangat sulit bagi Mama untuk menelan dan membuka mulut. setiap hari, delapan bulan. tak berhenti. apa gunanya menjadi Apoteker tapi tidak mengabdikan dirinya untuk induk pemilik tubuhnya? apapun, Mah. kulakukan.

Jadilah

06.34.00 0 Comments
1. kecewa tapi tidak mengeluh
2. terjatuh tapi tidak berhenti
3. sesak tapi tidak menyerah
4. marah tapi tidak membenci
5. sakit tapi tidak membalas
6. sedih tapi tidak berlarut-larut
7. dan terakhir, kehilangan tapi tidak berputus asa

from: @tausiyahcinta_

and I swear, I did it and I will always do it in every second of my life :')