Kamis, 20 September 2018

Resign: Keputusan Berat?

menjemput senja bukanlah menjemput sebuah perpisahan. laiknya malam, pagi akan bersambut dengan cita dan harap yang lebih indah. pun perpisahan. ia ada untuk menjemput pertemuan lainnya. 

keputusan besar dan beratkah? sebab, ada impian yang penah diam-diam kita tuliskan, ataupun secara terang-terangan kita teriakkan. salah satu mimpi dari seorang apoteker minat industri dan bahan alam adalah bekerja di industri. yang lebih menantang, produksi. lebih lagi, sediaan steril. ada suka dan haru saat memanggul tugas baru. ada air mata, peluh, bahkan kaki yang pecah-pecah. mungkin sebagian dari mimpi yang menjadi nyata.

meninggalkan suatu hal yang kita sukai mungkin sebuah perkara susah. namun, kita berada pada konstilasi rumit. tidak tahu bahwa hal yang tersusun A hingga Z adalah hal yang memiliki banyak pengganggu. bisa saja. kita berjalan dengan hati-hati, di sebelah kiri. tiba-tiba ada mobil dengan rem blong menabrak kita. ah, indah memang rencana manusia. tapi Allah selalu menyisipkan kekuatan di dalamnya.

di Hari Jumat itu, saat aku duduk dengan keringat dingin sebesar biji jagung, duduk yang gelisah, aku tahu, kita seperti saling tunggu menunggu. kau menungguiku untuk membuktikan, apakah benar, aku akan meninggalkan satu hal yang aku cintai demi dirimu. apakah aku akan segila itu? meminta resign hanya dalam waktu 4 hari. apakah benar, aku akan mengabdikan diriku untukmu? memberikan pelayanan terbaik untuk seseorang yang paling kucintai dalam hidup? sebelum aku mencintai pasienku, atau ada seseorang yang kelak titahnya harus selalu kupatuhi?


hingga di hari selasa. saat aku benar-benar ikhlas dan menyatakan ke dunia bahwa, ya hari ini aku sudah memindahkan tanggung jawabku ke tempat lain. kau pergi. begitu lega dan ringannyakah kepergianmu, Ma? aku memenuhi satu janjiku, resign untuk menemanimu. lalu saat ini, izinkan aku untuk memenuhi janji-janji lainku. tinggal di Jogja, menemanimu.

entah untuk bekerja lagi, atau untuk melanjutkan studi. semuanya, atas inginmu, Mah. kau selalu bekata padaku, bahwa apa yang kau cari dalam hidup, Nak? kau hanya butuh keberkahan. bagaimana kamu membuat hidupmu berkah? sekalipun kau dijatuhkan ke kubangan lumpur.

ditinggalkan itu memang sedih,
tapi bagaimana aku bisa menerima takdir? 

sebab, hatiku, jiwaku, dan ragaku telah aku kuatkan sejak delapan bulan lalu. mempersiapkan kejutan yang akan datang di hari itu. aku tidak dapat mengkalkulasikan kapan dia akan datang. yang aku tahu, setiap hari aku terus berjanji untuk meningkatkan kualitas diri. ujian semakin sulit, kita harus semakin hebat dan kuat. mengapa? agar Allah tahu bahwa kita adalah orang yang tak bisa dikalahkan oleh keadaan, agar tidak akan pernah ada penyesalan di kemudian hari. semuanya sudah dilakukan dengan baik. sangat amat baik malah.

seringkali, kita selalu merasa bahwa cobaan yang datang pada diri kita adalah berat
tidak seperti ujian orang lain.
- everyone has their own battle :) tidak usah paling merasa. terima saja, dan jalani dengan ikhlas. buat apa terus menerus mengeluh? padahal Dia selalu memberi jawaban atas segalanya?

air mataku mengalir deras pada hari pertama dan kedua Mama pergi saja. mengapa? karena aku sudah menerima dari awal. karena hari-hariku belum berakhir. karena masih banyak mimpi yang mama titipkan untuk aku jadikan nyata. karena ada adik dan ayah yang masih harus aku kuatkan. dan karena masih ada mama dalam setiap langkahku. bagaimana aku bisa tegar? sebab, kami telah memberikan yang terbaik. sudah melihat dari awal hingga akhir bagaimana perjuangan atas rasa sakit itu. dan aku selalu merasa mama memelukku lekat, tersenyum, lalu menghilang bersama cahaya putih yang menyelimuti tubuhnya.

tak ada wajah sedih. aroma wangi menyelimuti tubuhnya. kulit yang bersih dan cerah. dan tentu saja kepergian yang sangat halus. tidur seperti biasa. aku meyakini bahwa, bagaimana aku menangis saat mama telah mendapatkan tempat terbaik dalam keadaan terbaik? mengurung diri, meratapi nasib bukanlah hal yang diajarkan. tetaplah tangguh, bagaimanapun dunia memaksamu untuk jatuh. 

bahwa, dalam setiap kepergian ada jiwa yang tidak siap ditinggalkan. terlalu takut untuk memulai, dan kenangan yang takkan pernah usai. mama, terima kasih telah mengajarkanku menjadi anak gadis yang tak pernah lelah berlari meski terjatuh, mengobati meski tersakiti, dan selalu menerima meski pahit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar