Kamis, 20 September 2018

R e n c a n a

"Dont think about what can happen in a month. don't think about what can happen in a year. just focus on twenty-four hours in front of you and do what you can to get closer to where you want to be."

Bandung terik di Hari Selasa, 4 September 2018
kamar yang berantakan, packing yang belum selesai, badan panas dingin habis shift malam, dan pikiran yang entah sudah jauh melayang ke mana. kakiku dingin, tanganku dingin dan kesemutan. sejak semalam. entah. mungkin aku terlalu kaget dengan keputusan yang baru saja diambil.

hari jumat lalu, aku mengajukan pengunduran diri ke perusahaan. aku tahu, hadiah bagi pegawai yang meluluskan diri sebelum wisuda selama 3 tahun dari perusahaan adalah denda. aku baru memutuskan hal ini hari senin sebelumnya. tidak ada tawar menawar lagi. tidak ada negosiasi. keputusanku bulat. tak ada yang aku beritahu sebelumnya. agar aku bisa fokus dengan tujuanku: r e s i g n.

banyak yang tidak percaya dengan keputusan mendadak ini. setelah sebelumnya pun banyak ciutan dan jeritan bahwa aku terlalu enak karena cuti terus, main terus, jalan-jalan terus. untuk hal urgensi dan menurutku adalah zona pribadiku, aku tak pernah ambil pusing. tidak pernah membalas dan membahas pertanyaan itu.

salah satu alasan sejak 8 bulan lalu aku mondar mandir adalah karena Mama. November 2017. aku meminta negosiasi ke perusahaan untuk memundurkan jadwal masuk kerja, sebab pengobatan dan pengecekan kesehatan mama di Jogja belum selesai. jika resiko terberatnya adalah aku harus melepas pekerjaan itu, tidak masalah. kita memang tidak tahu rezeki ada di mana, tapi rezeki tahu dia milik siapa. sedangkan pengabdian pada Mama? tak tahu akan berhenti kapan.

setiap Sabtu - Minggu, bahkan sering menambah jatah libur aku sering bolak balik Bandung - Jogja - Semarang. tak banyak yang tahu untuk apa, dan tidak begitu penting untuk tahu tentang kehidupanku yang begini-begini saja. keluar masuk Rumah Sakit untuk check up, dapat obat setiap 3 hari sekali awalnya. kemudian menjadi harus menginap di Rumah Sakit.

cabut gigi. mungkin hal sepele, namun ternyata banyak sekali hal yang bisa timbul sebab masalah gigi. gigi yang berlubang, gigis. hasil cabutan gigi yang tidak menutup selama berbulan-bulan. infeksi yang menjadi. toksin yang berdiferensiasi. sel yang tumbuh cepat tidak pada batas wajarnya.

ameloblastoma. dari situ aku menyerahkan hidupku untuk mengabdi pada Mama. bagaimana mungkin, wanita satu-satunya yang telah berjuang di antara hidup dan matinya untukku aku biarkan sendirian menahan sakitnya? setiap ke Rumah Sakit, mama selalu bilang, "Kalau mbak kerjanya jauh (menurut Mama, Bandung itu jauh. yang dekat Jogja. hanya Jogja. padahal dari Pangkalan Bun - Semarang itu 1 jam dan lebih dekat. sedang kalau ke Jogja harus naik travel 3-4 jam lagi) kalau mama sakit siapa yang nemenin?" aku terdiam sejenak. "itu, lihat kasihan bapaknya. megang tongkat, jalan susah. berobatnya sendirian. anaknya ke mana ya?" di situ mata lelahku terasa berat. ada yang menggantung di ujung sekat-sekat mata. aku mengalihkan pandangan. menyeka air mataku yang tumpah. "Tenang mah, kapanpun Mama butuh mbak, mbak akan selalu ada. sejauh apapun itu. Mbak yang akan jadi orang pertama yang ada buat Mama." beliau tersenyum. semangat sehatnya kembali lagi.

pernah satu waktu di Bulan Ramadhan. ada banyak sekali jadwal di minggu itu. rencana buka puasa bersama, dan juga acara di panti asuhan. adikku mengabari bahwa mama opname karena Hb nya sangat rendah akibat obat sitostatika. perasaan pertama saat membaca diagnosa dokter itu, hatiku hancur, aku yang baru saja tiba di Jogja malam itu langsung ingin berteriak, kepalaku remuk, dan aku merasa tiang-tiang dan langit-langit kamar itu hancur jatuh menimpaku saat itu juga. Mama menangis sekencang-kencangnya. aku terdiam. memeluknya erat-erat. menggigit ujung-ujung bibir. berusaha tenang dan menenangkan. memeluknya lebih keras dan berkata. "Mah, pasti sembuh kok. Semangat ya. Mbak selalu ada buat Mama. I love you."

mama melepas pelukan. berselimut. menangis di kamar, dan enggan untuk keluar. saat aku tahu kabar mama diopname, saat itu juga aku memutuskan untuk pergi ke Jogja. aku menangis dan sepanjang jalan hanya bisa menangis. bagaimana tidak? induk dari sebagian darah dan DNA ku ini sedang tergeletak tak berdaya di Rumah Sakit sementara aku jauh? ada dua hal yang aku pikirkan, kelak aku tak ingin pernah ada penyesalan. dan, jika kelak aku memiliki anak, aku tak ingin anakku acuh pada diriku sendiri.

sesampainya di Rumah Sakit, Mama langsung menangis dan memelukku erat. sebelumnya Mama mengirimkan foto selfie senyum dirinya ke aku dan berkata "Mama sehat nih. Mbak nggak usah khawatir ya!" betapa terpukulnya aku. bagaimana Mama bisa menjaga perasaan anak gadisnya? padahal sakit itu benar-benar menyiksa.

dan setiap weekend di Bulan Januari - Agustus aku habiskan untuk bolak balik ke Jogja dan Semarang. menggunakan ganti hari, cuti, hingga potong gaji. akredibilitasku sebagai pekerja mungkin buruk, tapi mau bagaimana? Ibu. Ibu. Ibu.  menghabiskan dua hari raya di umah Sakit. Idul Fitri dan Idul Adha. tidur secukupnya saja, dua jam. sebab mama selalu ingin aku duduk dan membaringkan kepalaku di dekat kakinya. memeluk kakinya erat, memijitinya, dan menggenggam tangannya. dan memastikan bahwa setiap hari aku berkata, "Mamah, hari ini kok tambah seger ya? Rambutnya udah mulai tumbuh. Ayo kita seka! Mbak sayang Mama!"

sering aku tertidur di bawah kasur Mama. memakai jaket tebal dengan 3-4 lapis selimut. sebab, udara terlalu dingin, namun cukup gerah untuk Mama. mandi hanya satu kali seminggu. sebab, Mama terlalu enggan untuk ditinggal mandi. makanpun, seringkali aku menyisihkan sedikit dari bubur Mama karena Mama tidak mau ditinggal.

setiap aku mencuri-curi waktu untuk mengerjakan tugas kantor, atau membaca buku, Mama selalu bilang "Mbak sibuk kah?" saat itu hatiku remuk. apakah aku terlalu sibuk pada hidupku sehingga mengabaikan wanita ini?

lalu aku menutup buku. menutup laptop. dan memijiti Beliau sambil bercerita banyak hal. Beliau tertawa, tersenyum, dan seringkali juga meledekiku. sangat bahagia rasanya. seperti hati gersang yang baru tersiram air hujan.

hingga pada Selasa, 28 Agustus 2018
aku izin pamit Bandung ke Mama. "Mah, mbak pamit. maaf ya!" seketika wajah Mama sedih dan langsung menangis, "kenapa balik Bandung?" "Iya Mah, maafin ya. Mbak mau ngurus resign kan? biar minggu depan bisa nemenin Mama terus di sini. barangnya belum dikirim, belum matur juga ke kantor. nggak papa kan? Rabu siang mbak udah sampai sini lagi kok." aku memeluknya erat, mencium kepalanya berkali-kali sambil memuji, "Mah, rambutnya lebat banget. badannya juga bersih ini kulitnya, licin. makannya kayak kemaren ya, yang banyak!"

setiap obat yang datang, pemeriksaan yang dilakukan, hasil yang terekam, aku cari tahu. setiap hari izin bertanya pada dokter. berdiskusi. menyampaikan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi beserta caranya. menyampaikan terapi yang ada, apakah bisa diaplikasikan atau tidak? aku buatkan rekam kejadian. aku cari tahu sebab akibat. mencari jurnal. standar pengobatan. kerja obat pada tingkat sel beserta efeknya. hingga cara membuat makanan MPASI. sebab, sangat sulit bagi Mama untuk menelan dan membuka mulut. setiap hari, delapan bulan. tak berhenti. apa gunanya menjadi Apoteker tapi tidak mengabdikan dirinya untuk induk pemilik tubuhnya? apapun, Mah. kulakukan.



hingga menemukan satu jurnal yang menyebutkan bahwa kemungkinan sel tersebut berdiferensiasi itu tinggi. ia sangat sulit untuk menyebar, namun mudah untuk berdiferensiasi. adanya bakteri anaerob yang mudah berkembang, toksin yang berdiferensiasi, transkripsi dan translasi, kapsid, DNA dan RNA modifikasi, dan banyak sekali hal lainnya.

ujung dari siklus perputaran di tubuh (pengendapan atas sesuatu yang luruh dari bagian kepala - leher) ada 2. pada paru-paru, dan juga vagina. menopause, mungkin yang menyebabkan 'dia' tidak mengendap dan bertahta di sana, namun paru-paru, dengan banyak sekali oksigen, menjadikannya tempat yang nyaman untuk tinggal.

hanya dalam waktu sebulan, dia mematikan saklar-saklar kehidupan. Mama telah bertarung dengan sangat luar biasa. injeksi, obat oral 24 butir setiap hari, semangat dan cinta kasih yang Ayah, Dedek, dan aku curahkan setiap hari, dukungan dari keluarga dekat yang selalu ada. Membuat Mama menjadi petarung hebat. Mama sudah memenangkannya. Sudah menepati janjinya. Menyelesaikan semua terapinya.tiga puluh tiga kali sinar, dan lima kali kemoterapi.

mungkin Mama pergi menungguiku untuk membuktikan bakti cintaku padanya. di Hari Jumat, aku mendapat persetujuan dari Plant Manager untuk resign di Hari Selasa (4 hari setelah hari itu). memang gila. tapi aku berani mati saja untuk mengajukannya saat itu. aku tidak punya pilihan lain. apapun keputusannya, hari Rabu aku sudah harus di Semarang.

namun aku tidak bisa menyelesaikan administrasinya hari itu juga. sebab, personalia berhalangan hadir dan harus mengurus di Hari Senin. Hari Selasa aku berniat untuk pamit ke semua rekan kerja. Hari Senin personalia menyetujui atas permohonanku itu. malamnya saat aku jaga, aku berpamitan ke beberapa orang. memohon maaf apabila ini terlalu mendadak.

di Hari Selasa, saat aku benar-benar resmi untuk resign, saat sedang berpamitan dengan rekan kerja, telfon itu berdering. tak ada yang memberitahu aku perihal mama pergi. aku hanya ditelfon, "Ke Semarang sekarang, ya. beli tiket pesawat."

aku tak bisa berfikir apa-apa lagi. aku langsung membuka pintu ruang manager, berteriak, menangis, dan orang-rang yang ada di sana memelukku erat. memesankan tiket untukku. yaa Allah, aku mohon katakan padaku bahwa ini adalah mimpi. tolong kasih aku waktu untuk memeluk Mama sekali lagi. yaa Allah.

kepalaku kosong, jiwaku rusak, aku menangis sepanjang jalan. tidak ada yang berani menegurku. mereka hanya diam melihat sekilas. aku hanya membawa satu tas gendong yang tak berisikan baju sehelaipun. otakku sudah terlebih dahulu sampai di Semarang.

lalu, aku mengingat. Allah menyiapkan ujian-ujian sebelum ini untuk ujian yang lebih besar.
kuliah apoteker
kerja jauh
kerelaan mengambil cuti
kehilangan setahun lalu
keringanan hatiku untuk resign
tawaku dalam hancurnya perasaan
kuatnya aku dalam segala kesedihan
buku-buku tentang virus yang diberi
karya tulis tentang kanker yang banyak aku buat
meracik jamu
dan banyak hal lain yang telah Dia bimbing untuk aku siapkan untuk hari ini.

aku tidak memiliki rencana apapun saat itu. saat ditanya, resign habis itu kerja di mana? atau masa sih resign? paling dapat kerja baru. aku hanya tersenyum, dan berkata lembut. "Demi Mamaku. aku nggak tahu sampai kapan Allah izinkan aku buat mengabdi ke Mama."

dan, semuanya sudah terjawab :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar