Kamis, 26 Oktober 2017

10.29.00 0 Comments
kepada Trissan,
aku memahami bahwa hidup adalah tentang kehilangan
ia akan datang silih berganti
namun laiknya perpisahan, kebencian akan diri sendiri tak pernah reda
mengutuki nasib, berbicara pada sepi, berkawan dengan pekatnya malam

aku tahu, cepat atau lambat kita akan mendapati kehilangan
entah karena meninggalkan, ataupun karena ditinggalkan
kita laiknya dua luka yang saling mengobati
dua jarak yang saling merindui
hingga aku tersadar, bahwa semua itu hanya tinggal sepi

kepada Trissan,
kita saling memilih bukan hanya sebagai persinggahan
namun menyiapkan pertemuan-pertemuan tak terlupakan
kini kita terbiasa akan perpisahan
meski aku benar-benar tak pernah siap akan kehilangan

10.25.00 0 Comments
ketidakpastian adalah satu-satunya hal yang dimiliki waktu. percumbuanmu di tiap sepertiga malam diam-diam aku aamiinkan. syukur di tiap kekecewaan, aku pun demikian. sebab, pada pujian ke sekian pada Tuhanku, diam-diam kudapati diriku yang jatuh cinta pada seseorang yang tidak bisa secara egois kembali kumiliki.

10.23.00 0 Comments
tiap penyesalan akan hadir di akhir cerita. bintang hanya dapat bersinar dalam tuanya malam. sedang apabila langit masih perawan, tak ada yang peduli akan bintang. ia dengan mudah terbiaskan. kecewa, sesal, air mata diciptakan untuk memulai suatu perjalanan baru yang tak kalah seru. percayalah, dan tetap berjuang!

10.19.00 0 Comments
bulan menyesali kebodohannya selama ini. ia baru menyadari bahwasannya matahari dengan sukarela senantiasa memberi hangat dan cahayanya pada bulan. namun ia terlalu angkuh untuk mengakui bahwa ia akan kehilangan hidupnya tanpa adanya kasih sang matahari.

10.18.00 0 Comments
aku tak ayal adalah seorang pecundang. menyebut namamu saja sudah gemetar. hanya berani memandangimu lamit-lamit dari kejauhan. tapi, di hadapan Tuhanku, namamu yang paling gagah kuikrarkan. antara sebuah harap - dan juga kemustahilan.

Kamis, 19 Oktober 2017

Tiga Belas Oktober Pukul Delapan Belas Lima Belas Menit

00.13.00 0 Comments
memang terkadang perpisahan bisa membuat mata kita menjadi segar lewat air mata, hati menjadi peka lewat gelombang besar yang lebih besar, lewat orang-orang yang menyentuh hidup kita. kau tak lebih adalah seorang pejuang. kau adalah pemegang tonggak-tonggak atas kehidupanmu sendiri: aku pantang kalah sebelum berjuang. lalu saat ini kau adalah pemenang dari mimpimu yang telah terlebih dahulu mengangkasa. menjadi doktor muda sekaligus seorang surveyor visioner dengan cita dan masa depan gemilang. jarak yang membentang di antaranya adalah sekat di antara cita-cita yang berkembang di ruang agar rindu yang terbentuk tetap tertata. meski telah ada puluhan pelukan yang hilang, hal itu tidak akan pernah bisa kita beli. meski luka menahan rasa terpatri sepi. letih adalah satu-satunya kawan dalam mengusap peluh. berkali kutanamkan pada dirimu: kau adalah sebaik-baik penyelesai atas dirimu sendiri. jangan pernah ragu pada dirimu sendiri. sebab itu adalah kematian atas jiwamu. Allah tahu kamu lelah, kamu letih, Allah tahu kamu menangis, namun Ia tak ingin kamu menyerah.

Gastroesophageal Reflux Disease menjadi kenalanmu di sepuluh hari belakangan. saat kau dipeluk sepi, dibungkam rasa engah untuk sistem digestimu bekerja. R12 memacumu untuk membuat dada lebih bergejolak, memanas, dan LES sedang kehilangan kuasa untuk menahan. terlalu berat katanya. alveoli menangkap segala resah dan air mata R12 yang terpendam dalam kantung lambung. lalu, ia tak kuasa menahan air mata. jiwanya rapuh, badannya rusak. lalu ia tak henti menangis. 

tidak ada yang akan kutangisi lagi, sebab saat ini keikhlasan dan penerimaan akan kepergian menjadi satu-satunya yang kita perlukan. cukup membahagiakan dan menjadi yang paling sulit dilepaskan: ucapan selamat dan semangat, ide cemerlang, motivasi, penyemangat dan pengukir rindu dalam hal apapun, penguat, pelindung, penyelamat, pencemburu, pemikat segala rasa dan tawa, penyungging senyum, dan selalu saja kau membuatku jatuh cinta padamu berulang kali. pada pemilik senyum yang sama. terlalu banyak hal indah yang kau ciptakan, walau hanya di satu tahun ini. aku benci.

aku tahu kamu melihat. mendengar segala desah nafas dan alunan rindu yang pelan-pelan aku bacakan. aku mendekap nisanmu. merangkul gambar atas dirimu. aku tahu, kau bahagia dan kau mendapati apa yang mungkin selama ini kamu tunggu: wanita yang selama ini aku harapkan, datang dan memberikan rasa cintanya yang tak kunjung reda. hingga saat ini: hari terakhirku melihat dirinya. 

kau telah berlaku bijak terhadap diri sendiri: menyesuaikan kekuatan yang kau miliki dengan beban yang kamu ambil. kamu telah berhasil mendapatkan beasiswa PMDSU S2 dan S3, serta kau tetap saja membaktikan diri di tempat kerja. setiap malam memeluk rindu, di awal kalimat pembuka aku selalu menyapamu, "Hi Bi! hari ini kamu mau kasih tepuk tangan buat diri sendiri nggak?" satu pembuka sederhana, namun tetap bisa menjagamu dalam debar asa dan cita.

terima kasih telah menghidupkan aku yang sering layu. aku yang sering gugur, kering, dan meranggas. terima kasih untuk bahu yang rela menjadi sandaran kala letih, dada yang selalu tertumpah air mata, telinga yang tak pernah bosan mendengar, hati yang selalu membuatku jatuh cinta, dan lisan yang selalu menghidupkan. 

el....
someone always be prettier
someone always be smarter
someone always be younger

but, they never be you!
thank you bie!
tenang di sana, selamat jalan.

doa, peluk cinta penuh kasih dariku.
ichak ichik :)



 

Kamis, 05 Oktober 2017

08.50.00 0 Comments
kau ingat?
di berbagai kedai kopi seringkali kita bercumbu dalam kata, mengenai sebuah mimpi, asa, ataupun duka yang penuh tanya

aku pernah,
menceritakan segala mimpi dan angan, bahkan untuk suatau hal yang terkesan tidak mungkin dimiliki

aku pernah,
membagi suka dukaku setiap waktu padamu
karena aku pikir hanya kau yang sudi untuk mendengarkannya

aku pernah,
menjadi salah satu harapan besarmu, kelak saat kau telah menapaki kota dengan bus-bus itu
karena aku pikir, saat itu memang aku pantas akan hal itu

aku pernah,
memberikan atas waktu di atas kesibukanku di tahun akhir
untuk membantumu mewujudkan impian besarmu itu

namun tahu kah kau?
bahwa beberapa mimpi yang pernah aku sebutkan itu muncul sebab dirimu.
08.38.00 0 Comments
sudah pernah kubilang bahwa telah lama aku memaafkan dan melupakan segala bentuk kesakitan yang pernah datang kepada diriku. seperti itu kira-kira kataku. aku pernah mendeklarasikannya di depanmu. namun kau hanya membalasnya dengan senyum manjamu yang tak akan pernah berubah. namun, jauh di dalam rongga yang tak pernah ada yang tahu takaran dalamnya, masih duduk dengan congkaknya dirimu yang sama sekali tak pernah memudar. dalam semua kesakitan yang pernah terjadi, aku selalu menolak untuk membuka diri. semacam ada rasa takut untuk kembali jatuh dan terluka. padahal, sejujurnya aku tahu. bahwa apabila aku
08.33.00 0 Comments
aku percaya, bahwa semua orang pasti pernah terluka. hanya saja bagaimana ia mengubah elegi luka menjadi semangat berasa yang membuatnya selalu ada.

08.32.00 0 Comments
di setiap pagi aku menikmati bilah-bilah emas membelai lembut pipiku yang lembab sisa semalam. di waktu seperti itulah, kesempatan baru selalu aku berikan. bukan untuk orang lain, melainkan hanya  untuk diriku sendiri. kesempatan untuk memaafkan diri sendiri. berdamai pada masa lalu. pada semua keputusan yang telah kuambil. ataupun dari segala macam kehidupan yang telah menjadi ketetapan-Nya.
08.17.00 0 Comments
katamu saat itu, kita hidup di atas ego masing-masing. namun bagaimana sejatinya hakikat "masing-masing" itu terbentuk saat kita bahkan sama sekali tidak bisa menyelesaikannya masing-masing? kita saling. membutuhkan, mendukung, mendoakan, bahkan saling mencinta di jamannya. hingga kepergianmu senja itu, di batas negara. tisuku usang, kusut, dan sedikit basah. kita terpisah di antara belahan bumi yang berbeda. jari-jari yang mungkin hampir dua kalinya. sejak saat itu, kau menganggap bahwa kita telah saling membenci. sementara, aku dengan bodohnya masih saja menganggap kita masih saling mencinta dalam ketidakberdayaan ini.


Waiter: Seorang Penunggu

06.56.00 0 Comments
aku telah terbiasa menjalani hari sebagai seorang penunggu. menunggui seseorang yang bahkan iapun tak tahu bahwa dirinya dicinta dan ditunggu. menunggui kesempatan serta harapan yang selalu menjadi nafas segar bagiku di setiap engalan tarikan nafas. gelapnya malam membuatku semakin takut untuk menghadapi hari esok. sebab, setiap penantian atas sesuatu yang telah kuputuskan, cabang-cabang kemungkinan itu tumbuh. memberi harap dan nyawa baru, ataukah hanya sebuah panggilan kematian atas harap? entahlah. dalam menyikapi hal tersebut