Jumat, 07 Desember 2018

Jakarta

Jakarta, Agustus 2017

Kenapa lo pindah Jakarta?
Nggak sengaja. Gue iseng daftar UI buat ngisi waktu luang masuk Apoteker. Eh keterima.
Nggak ada kampus lain lo coba?
Ada. ITB. Sehari sebelum pengumuman UI. Gue depresi banget nggak lolos. Kecewa sama diri sendiri.
Terus pas lo keterima di sini?
Seneng. Tapi gue ngerasa nggak sanggup.
Enakan di Jogja kan? Gue pengen pindah dari Jakarta. Menikmati pantai, laut, hutan, kebun. Di sini gue cuma liat asap, macet, sama mall.
Ehe. Jalanin aja dulu apa yang kita punya sekarang.
Iya. Lo semangat ya! Gue juga pas awal-awal kuliah di UI stress banget. Sekarang mah, bawa happy aja. Tinggal setahun kok!
Hehe. Iya. Yuk cabut!

Terhadap apapun yang belum Tuhan berikan. Tak usah kau mengutuki nasib. Itu bukan hukuman untukmu para penabung dosa. Itu adalah tanda bahwa Dia tahu apa yang kamu butuhkan. Dia menjagamu dari orang yang salah, Dia menghindarkanmu dari tempat yang belum tentu baik untukmu. Lalu Dia memberikan kejutan lain. Yang membuatmu merasa lebih bersyukur.

Jangan pula kita penuh percaya diri. Bahwa cobaan kita sendiri yang jauh lebih susah dibanding lainnya. Jangan terlalu mudah berbangga akan hal itu.

Jakarta. Tempat yang menjadi tujuan banyak manusia. Kota tempat cita digantungkan. Kota dengan gemerlap kota dan kesibukan yang tak henti berlalu lalang.

Mengeluh secukupnya. Bersyukur sebanyak-banyaknya. Bisa saja keisengan yang tidak sebgaja itu adalah suatu jalan untukmu menjadi lebih dari dirimu sebelumnya. Segala peluh di kota ini tak akan selesai hanya dengan mengeluh.

Saat itu, benar-benar setengah mati berlarian di antara desakan pengguna KRL, berdiri tegar di dalam busway yang macet, dan yang paling penting menjadi bersinar di antara pendar lampu gedung-gedung Ibu Kota.

Rasa lelah, tak sanggup, ingin menyerah adalah rasa yang pernah menghinggapi saat menjalani rutinitas. Berulang. Terjadi setiap hari. Yang dapat dilakukan hanya dua kata: Jalani Saja.

Nyatanya kini, kita sudah berada jauh di depan. Meninggalkan segala keluh dan peluh di Ibu Kota. Kita sudah bisa mengucapkan selamat tinggal dan berbangga atas kerja keras saat itu.

Jalani saja. Mengeluh secukupnya. Lalu, tengoklah ke belakang. Aku sudah menyelesaikannya. Aku bangga akan hal itu. Semuanya akan berlalu. Bahwa semuanya akan menjadi kenangan. Jakarta... Mungkin aku rindu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar