Minggu, 27 Desember 2015

Untuk hati yang belum juga menemukan pelabuhan hatinya



Halo! Apa kabar dirimu?
Sapaku pada egoku yang memenuhi sekelumit nagian nutfah daging yang menggumpal. Masih sanggup untuk menunggu, kan? Hadiah terindah untuk orang yang sabar menunggu. Bukan hanya gelas, piring cantik, atau sabun colek. Itu hadiah remah. Hadiah yang semua orang bisa pegang, sentuh, dan nikmati bersama bergantian.

Tenanglah hati, memang berhati-hati dalam menyerahkan hati. Bersabar dan mempersiapkan diri menjadi yang terbaik. Mungkin memang dirimu lelah, jengah, dan juga lemah. Tidak tidak. You’re strong more than you know.
Ketika di sekelilingmu bercumbu mesra, saling berpansng penuh aura, sementara kamu diam terpekur menatap handphone. Terdiam. Tertunduk. Tenanglah, masa penantian ini lebih indah.
Andaikata masa mudamu kau habiskan untuk pacaran, kau akan lupa tentang kewajiban, mimpi, dan cita yang sebenarnya telah lama kau idamkan. Banyak hal yang masih bisa kau lakukan untuk mengejarnya. Bagiku, balas dendam terbaik atas rasa sakit hati adalah dengan berkarya.
Banyak sudah penolakan, sakit dan perihnya diabaikan, tak dianggap, bahkan dihardik ratusan mulut yang membuatmu terpojokkan. Diabaikan seseorang yang sebenarnya ingin melihatmu ada. Cukup melihat keberadaanmu saja. Namun ia seperti tak mau tahu.

Di situlah logika atas rasa ego dan potensimu diuji. Kau harus bersinar lebih indah dan terang dibanding kekasih Allah lainnya. Yang kubisa saat itu adalah hanya dengan menulis. Menuliskan atas rasa sakit hati yang pernah aku alami. Menuliskan darah persakitan lewat lembar selulosa yang kubalut dengan analgetik dosis setengah.

Sampai saat ini pun, bagiku mencintai dalam diam adalah pekerjaan yang sangat mengasyikkan. Tetap menjadi diri sendiri dengan status tertinggi, sebaik mungkin. Tanpa peduli apa inginnya dia. Karena jika satu orang tak dapat kau raih, aka nada orang lain yang menopangmu.
Ingatlah, ada seseorang yang menunggu kesuksesanmu, ada kedua malaikat yang telah berjuang untukmu sampai saat ini, dan mereka yang berhak pertama kali kau bahagiakan, dank au harus mempertanggung jawabkan ucapanmu atas mimpi dan cita itu.
Tenanglah, hati. Kita masih harus terus berjuang untuk hal lain. Tenanglah hati, mari kita berdamai dalam kesendirian mencintai orang dalam diam. Bukankah mencintai dalam doa yang diam adalah puncak merindu tertinggi?
Hampir empat tahun sudah rasanya menjadi peracik obat. Maksudku peracik kata. Farmasi sebenarny bukan sepenuhnya keinginan untuk tetap ada di sana. Sepenuhnya inginku adalah sastra Indonesia. Dengan sedikit akal sehat yang sedang agak sehat, aku berpikir untuk apa aku berkuliah susah, jauh, jika hanya ingin menjadi seorang pengemis kata?
Hari yang gelap, perasaan hancur berantakan karena harus menerima bahwa dunia tulis menulisku lebih indah daripada dunia nyataku. Aku hanyalah pengembala cerita, pengemis kata, bahkan cinta. aku suka jatuh terpuruk dalam bingkai cerita yang ending indahnya visa aku tulis sendiri.

Tapi ayolah, hati! Sinkronkan akal sehatmu! Kamu hidup bukan hanya untuk berimajinasi. Kau akan mempertanggung jawabkan apa yang kau pinjam kepada Tuhan yang memberi ruhmu. Kamu juga bukankah telah berjanji untuk membuat kehidupan baru? Berketurunan, atau bahkan menmbantu hidupnya orang lain.
Oke, war is begin!
Berawal menjadi mahasiswa semester awal farmasi, membuat manusia segumpal lemak yang berasal dari SMA yang di peta pun susah dicari aku terseok-seok. Masuk lab kaget lihat barang gelas semua, bikin obat, baca tulisan dokter yang mungkin sama susahnya kaya hati kamu yang susah dibaca, atau bahkan menghafal singkatan s.u.e. (yang aku kira bahasa Jawa artinya lama, m.f.l.a. , pc, ac, s3dd atau apalah kode rahasia yang seperti kode buat dapetin hatinya kamu.
Oke semua sudah melewati fase di mana kuliah yang bukan passionnya kamu, terseok-seok ngikutin kuliah, hidup hedon dan melipir ke sana kemari, homesick, nangis terus, nge-gank ke sana ke mari, dan banyak kekagetan awal kuliah. Mulai dari situ dengan pedihnya karang hidup, kau mulai bisa membuat membran permeabelmu sendiri. Mana yang harus kamu lepas, mana yang harus kamu pertahankan. Sahabat, teman, gaya hidup, cara mengatasi tugas yang banyak, belajar sks (yang sampai semester terakhir pun tetap sks), dan banyak hal lain yang membuatmu tertampar untuk lebih dewasa lagi.
Hingga di titik kritis kamu mulai menciintai kuliahmu dengan sepenuh hati. Entah karena kamu mulai menemukan kebermanfaatan di sana, mencipta energy menjadi elegi, menemukan sahabat terbaik, atau teman hidup bagimu kelak. Ada beberapa hal yang membuatmu sadar mengapa kamu terdampar di tempat itu. Ada hal yang membuatmu tertampar mengapa kau menyadarinya seterlambat itu.
Hingga pada masa STMJ (di kampus di sebut sebagai Semester Tujuh Masih Jomblo) tapi izinkan saya menyebut kita wahai manusia semester tujuh yang harus dan selalu baik-baik saja sebagai ASIDA. Aku siap siding, aku siap wisuda, aku siap dilamar. Well, ini semangat buat kita gais! Hingga ada istilah sehari menunda skripsi sama dengan sehari menunda pernikahan.
Nikah nikah nikah nampaknya momok yang dijadikan semangat dalam menapaki beratnya semester tujuh. Karena cinta hakiki itu nikmat. Eh bukan. Mmh maksudnya kalau sudah diiming-imingi masalah cinta, anak semester tujuh bakal bangkit semangat membara.

Buat anak semester tujuh, sebagai pembuka cerita ngawur ini, maka katakan pada lubuk hatimu yang mulai kroak itu:
Hai jiwaku, katakanlah pada diriku bahwa aku harus terus berjuang. Banyak tahap telah aku lalui dalam membahagiakan dan menepati baktiku pada kedua orang tuaku. Maka bersabarlah wahai jiwa! Akan ada kebahagiaan di balik semuanya. Bahwa ada seseorang lain yang menungguku lulus dan sukses. Diam dan lamit tangkupan doanya digenangi air mata di tiap sepertiga malam akhirnya. Ada juga mimpi yang telah terlanjur aku proklamirkan, sehingga aku harus membuatnya menjadi nyata. Hai hati, bersabarlah!
Salah satu masalah terbesar adalah skripsi. Sebagai syarat bahwa kamu layak menyandang gelar S. … walaupun kita sudah S3, SD, SMP, dan SMA. Tapi lebih sekedar itu. Skripsi bukan hanya milik orang yang pintar. Tapi ia lebih menjadi kepemilikan sosok gigih, tempur, dan kuat menangis pada Rabbnya.
Menunggu dosen memang melelahkan. Tapi coba kau ingat lagi, lebih lelah mana dengan ibumu yang menungguimu Sembilan bulan dengan sabar, menungguimu pulang bermain, ibumu yang menungguimu pulang ke rumah dan mencium mesra dahi beliau yang tanpa kau sadari sudah mulai keriput.
Kau bilang kau wanita tempur yang tangguh. Kau bilang kau bisa menunggu dengan sabar orang yang ingin kau perjuangkan. Omong kosong! Ia hanya menjadi bagian dari masa kinimu, yang belum tentu bisa kau teruskan. Ini lebih serius daripada itu. Ada hal serius yang harus kau perjuangkan!
menunggu dosen hanya terbilang jam. Selagi menunggu kau bisa manfaatkan dengan membaca buku, berbincang, bahkan mencari ide lain untuk mimpi dan citamu yang lain.
Wahai petempur yang sudah lelah. Ini hanya masalah kesabaran. Tenanglah, Tuhan bersama hambanya. Cukup pasrahkan dirimu dan berusaha selagi kau mampu. Persilahkan Ia menyempurnakannya untukmu. Jangan pernah mengeluh, update status, bahkan marah menggerutu. Ada gunanya?
Semakin orang lain tahu akan kesusahanmu, tak semua akan peduli. Akan ada yang mensyukuri atas kesulitan yang menimpa dirimu, atau ada yang hanya memberikan like pada postinganmu. Kau gila likers?
Daripada menggerutu, cobalah berdama dengan dirimu. Yang tahu bagaimana dirimu hanya kamu, dan tentu saja yang membuatmu. Kau sering lupakan Ia.
Duhai petempur yang sudah mulai jengah dengan revisi. Tak ada di dunia ini yang sempurna. Hanya Allah yang memiliki. Tenanglah, terima masukan dari pikiran banyak orang. Terima saja. Toh kamu belum tentu lebih baik dari mereka. Pahami apa yang mereka inginkan. Belajarlah menghargai waktu, memahami orang lain, dan pintalah pada Rabb,mu.
Duhai petempur yang sudah lelah. Apa salahnya mengeluh? Letih? Lelah? Namun kau hanya boleh mengeluh pada dzat yang bisa menjawab keluhanmu. Bukan pada manusia yang bahkan bisa melemahkanmu juga.
Wahai hati yang kini sedang menunggu. Dengarkan kataku. Persiapkan dirimu untuk menjadi yang terbaik dari yang baik. Akan susah orang memilihmu di antara jutaan ribu umat. Jadilah yang paling bersinar. Perbaiki dirimu, tinggikan derajatmu, dan bersabarlah.
Wahai hati para petempur. Kau hanya butuh berusaha dan bersabar ekstra di banding lainnya. Hadiah besar aka nada untuk tantangan besar. Jika kau hanya diuji seputar undian berhadiah dengan memainkan peluang, kau hanya dapat satu buah piring cantik. Semua orang punya. Tapi cobalah untuk menjadi berlian. Di dalam lumpur kotor pun ia akan tetap bercahaya.

Para petempur semester tujuh, kau hanya butuh berjuang lebih. Allah sedang memelukmu erat.
Sincerely
Your part of 7th semester little Fighter
-Hafsa Karosita

Tidak ada komentar:

Posting Komentar