Kamis, 29 Agustus 2013

Tiga Potong Tiket

Tiga Potong Tiket

aku ingat, kita menghabiskan hari dalam lembaran tiket.
lembar pertama kita habiskan untuk belajar sekaligus meet and great dengan penulis yang selama ini aku excited banget dengan Beliau, Tere Liye.

siang itu aku masih ingat betul. pulang kau dari bimbingan siang terik Kota Jogjakarta, kau mau menemaniku pergi bertemu dengannya. kita bersama menembuh panas yang menyayat dan debu yang selalu saja membuat paru-paru kita sesak. lalu kita duduk di barisan tengah. aku bersemangat sekali mengeluarkan sebatang pena dan sebuah buku catatan. aku mulai mengukir paragraf dari kata yang Beliau berikan. kau melakukan hal yang sama. kau tertawa membaca apa-apa yang aku tuliskan. sementara kau? iseng menutupi apa yang kau tuliskan di buku catatanmu. kau hanya tertawa sambil membisikiku sesuatu, "Aku tidak suka menulis."

aku lalu menatapmu jengkel. mendengus. dan membiarkanmu menertawai keisenganmu sendiri. betapa bahagianya aku saat aku mendapatkan kesempatan untuk bertanya sekaligus memberikan tulisanku tadi.

kau hanya senyum, sambil menepukiku. ah. selesai acara, kita menikmati pameran hebat di gedung itu. berkeliling hingga kita sendiri lelah. lalu memutuskan untuk menyeruput coklat bersama. seperti yang selalu kau bilang, jika mood kita sedang kurang baik, sebaiknya kita mengkonsumsi coklat. entahlah.

tiga jam kemudian. aku masih saja sibuk dengan urusan penelitianku di kampus. hingga aku lupa bahwa aku belum bersalin. belum beristirahat. namun kita harus kembali ke gedung itu. mengambil sertifikat atas keikutsertaan kita. ah, badanku masih saja bau asam. sedangkan kau sudah siap dan rapih. agak malu sebenarnya saat bertemu dengan keluargamu. namun mereka open dan yaahh kita bisa nyambung :D

tiket kedua. pukul tiga pagi. kau menelfonku. sekedar mengingatkan hal yang sebenarnya membuatku geram. memesan tiket nonton. aku langsung memesan dua buah tiket untuk kita nonton bersama.

di kursi tengah, sayap kiri. sepulang kuliah yang cukup padat dan suhu yang tetap saja panas, kita bersama pergi ke bioskop. terlalu panjang antrian di sana. kita sudah terlambat lima menit karena jalanan yang macet. lalu kita datang, mengambil tiket tanpa mengantri, dan menonton.

saat itu kita sedang hangat-hangatnya menyukai IronMan 3. karena aku belum selesai menonton Iron Man 1 dan 2, kau menceritakannya kepadaku dengan runtut. aku banyak sekali bertanya saat menonton film. dan aku agak sedikit mabuk. pria di sebelah kiriku adalah anak SMA yang berkeringat deras dan menggoyang-goyangkan kakinya kuat-kuat. menyebabkan suasana seperti berada di dalam bus patas. kau menawarkan untuk bertukar bangku denganmu, namun aku menolak. aku pasti kuat hadapi cobaan ini!

tiket ketiga. mungkin tiket terakhir. the last but not least.
saat itu aku sedang berkutat dengan banyak tugas, kuliah pengganti, dan tentu saja responsi datang satu persatu. hari itu kamis. dan esok aku melewati dua macam responsi. farmasetika (praktikum jimatnya anak Farmasi) dan Farmasi Fisika.

dua responsi dalam satu hari, dan itu akan terjadi besok!
pukul tiga sore kau memberitahuku bahwa tiket untuk seminar Ippho Santosa yang kau miliki bersama Ommu nganggur satu. ommu tidak bisa hadir karena ada undangan, katamu. lalu dengan senang hati memberi tiket itu kepadaku. padahal aku belum pernah sekalipun bertemu ommu. sampaikan terima kasih kepada beliau ya :")

aku menerima tawaran itu. tiket seharga dua ratus ribu sudah kita pegang satu-satu. sehabis Maghrib, kita langsung meluncur. sembari menunggu acara dimulai, aku berkutat dengan diktat Farfisku. kau lagi-lagi tertawa. sesekali menimpali pertanyaan kepadaku mengenai apa-apa yang telah aku baca.

acara dimulai. aku kurang fokus karena harus membagi pikiran antara menonton seminar dan diktat responsi. aku tak tegas menolak tawaran itu. karena ini kesempatan. kapan lagi?

lalu aku mengantuk karena diktat yang tebal ini tiba-tiba berubah menjadi bantal. aku resah. lalu kau menenangkanku. "Baca aja diktatnya, isi seminar besok aku ceritain," katamu dengan senyum khasmu yang dingin.

resah terus klimaks, karena waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. karena acara dimulai pukul delapan malam. padahal perjanjian awal pukul setengah tujuh malam. maklum, jam Indonesia. apa aja bisa.

kita juga sudah meminta izin pada orang tua kita masing-masing. kau terutama, karena membawa anak gadisnya sampai larut. namun, kepercayaan itu ada. karena kita sudah kenal sejak di bangku sekolah.

acara resmi selesai pukul setengah dua belas malam. setengah jam lagi aku akan berubah menjadi Upik Abu -_-

aku merengek karena lapar yang begitu menggerogoti perutku. tiba-tiba hujan mengguyur deras. kita basah. lalu kau ingin menyelimutiku dengan jaketmu. "tidak," kataku. aku tahu ia lebih membutuhkannya. untuk melindungi tubuhnya dari angin malam, hujan yang lebat, dan tentu saja aku.

aku berlindung di punggungnya yang hangat. sesekali dia memastikan apakah ada yang basah dari bagian tubuhku. tidak kujawab. padahal celanaku basah. tapi dia terlalu khawatir terhadapku, namun tidak pada dirinya sendiri.

pukul dua belas tepat kami duduk membeku di dalam sebuah food court. menikmati semangkuk sup hangat dan sepotong besar ayam goreng.

dalam keadaan seperti ini kau tetap saja bisa iseng. setiap makan, kita selalu saja rebutan kulit ayam -_- kau mengajakku bercerita tentang suatu hal yang menarik. lalu diam-diam tanganmu mengambil kulit ayam di piringku. lalu kau bersorak girang sekali. aku mendengus, manyun, lalu diam. kau tertawa dan memberikan kulit ayammu untukku. lalu aku memberikan semua daging ayamku. sementara kau harus memberikan semua kulit ayammu. terlambat! kau terlalu cerdas! kulit ayammu sudah kau habiskan dari awal!

lalu kita memecah keheningan midnight itu. kau basah kuyup dan harus kembali ke rumahmu.

sementara aku, berjuang untuk responsi esok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar