Jumat, 06 September 2019

Tiga Ratus Enam Puluh Lima Hari

"Dek sudah pulang?"
"Iya ini mau ada acara di rumah."
"Loh acara apa?"
"Kirim doa untuk Mama."

Ternyata"jalani saja" membuat saya sudah berjalan sejauh ini. Tiga ratus enam puluh lima hari dengan berbagai macam cerita. Resign industri - gagal PNS - gagal kerja di Kalimantan - kerja di apotek - keterima ASDOS UMY - resign apotek - keterima ASDOS UAD - kuliah S2. Bukan saya yang sangathebat, tapi doa Mama dan Ayah saya yang menembus langit. Perjalanan ini sungguh memompa jantung. Melatih nafas, dan tentu saja menghabiskan banyak sekali air mata.




Memang merelakan adalah jalan terbaik untuk merayakan kepergian orang yang dicinta. Jatuhlah pada cinta dan bangunlah sebagai manusia yang berjalan di atas keyakinannya sendiri. Berlututlah pada keagungan. Bentangkanlah sayap saat seseorang menjatuhkanmu dari ketinggian—terbanglah seperti burung mencintai angin. Berjalanlah seperti seorang ayah yang menuntun lengan putrinya. Berbahagialah seperti anak-anak. Waspadalah seperti pertama kali belajar berjalan. Dengarkanlah nyanyian angin. Jadilah air hujan yang membawa kehidupan baru bagi tanah-tanah yang kering. Jadilah matahari yang berani terbit dan siap untuk tenggelam. Jadilah seseorang yang membuat dunia jadi berbeda. Jadilah dirimu sendiri!

Banyak sekali ketakutan yang dihadapi. Sendiri. Saat terbiasa bersamamu. Saat menganggap semua akan baik-baik saja selama ada Mama. Namun, masalah seberat apapun kini harus berani aku hadapi sendiri. Membantu menopang dan menyelesaikan masalah Adik, sebagai anak tertua. Serta terus menjaga dan memberikan semangat untuk Ayah. Harta berharga yang kini tertinggal.

Mama, rasa takut juga selalu membuat orang-orang sulit berubah. Celakanya, aku sering kali tidak tahu kalau hampir semua yang aku takuti hanyalah sesuatu yang bahkan tidak pernah terjadi. Aku seringkali gentar oleh sesuatu yang boleh jadi ada, boleh jadi tidak. Hanya mereka-reka, lantas menguntai ketakutan itu, bahkan aku bisa dengan tega menciptakan sendiri rasa takut itu, menjadikannya tameng untuk tidak mau berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar