Halo! Apa kabar dirimu?
Sapaku pada egoku yang memenuhi sekelumit nagian nutfah
daging yang menggumpal. Masih sanggup untuk menunggu, kan? Hadiah terindah
untuk orang yang sabar menunggu. Bukan hanya gelas, piring cantik, atau sabun
colek. Itu hadiah remah. Hadiah yang semua orang bisa pegang, sentuh, dan
nikmati bersama bergantian.
Tenanglah hati, memang berhati-hati dalam menyerahkan hati.
Bersabar dan mempersiapkan diri menjadi yang terbaik. Mungkin memang dirimu
lelah, jengah, dan juga lemah. Tidak tidak. You’re strong more than you know.
Ketika di sekelilingmu bercumbu mesra, saling berpansng
penuh aura, sementara kamu diam terpekur menatap handphone. Terdiam. Tertunduk.
Tenanglah, masa penantian ini lebih indah.
Andaikata masa mudamu kau habiskan untuk pacaran, kau akan
lupa tentang kewajiban, mimpi, dan cita yang sebenarnya telah lama kau idamkan.
Banyak hal yang masih bisa kau lakukan untuk mengejarnya. Bagiku, balas dendam
terbaik atas rasa sakit hati adalah dengan berkarya.
Banyak sudah penolakan, sakit dan perihnya diabaikan, tak
dianggap, bahkan dihardik ratusan mulut yang membuatmu terpojokkan. Diabaikan
seseorang yang sebenarnya ingin melihatmu ada. Cukup melihat keberadaanmu saja.
Namun ia seperti tak mau tahu.
Di situlah logika atas rasa ego dan potensimu diuji. Kau
harus bersinar lebih indah dan terang dibanding kekasih Allah lainnya. Yang
kubisa saat itu adalah hanya dengan menulis. Menuliskan atas rasa sakit hati
yang pernah aku alami. Menuliskan darah persakitan lewat lembar selulosa yang
kubalut dengan analgetik dosis setengah.
Sampai saat ini pun, bagiku mencintai dalam diam adalah
pekerjaan yang sangat mengasyikkan. Tetap menjadi diri sendiri dengan status
tertinggi, sebaik mungkin. Tanpa peduli apa inginnya dia. Karena jika satu
orang tak dapat kau raih, aka nada orang lain yang menopangmu.
Ingatlah, ada seseorang yang menunggu kesuksesanmu, ada
kedua malaikat yang telah berjuang untukmu sampai saat ini, dan mereka yang
berhak pertama kali kau bahagiakan, dank au harus mempertanggung jawabkan
ucapanmu atas mimpi dan cita itu.
Tenanglah, hati. Kita masih harus terus berjuang untuk hal
lain. Tenanglah hati, mari kita berdamai dalam kesendirian mencintai orang
dalam diam. Bukankah mencintai dalam doa yang diam adalah puncak merindu
tertinggi?
Hampir empat tahun sudah rasanya menjadi peracik obat.
Maksudku peracik kata. Farmasi sebenarny bukan sepenuhnya keinginan untuk tetap
ada di sana. Sepenuhnya inginku adalah sastra Indonesia. Dengan sedikit akal
sehat yang sedang agak sehat, aku berpikir untuk apa aku berkuliah susah, jauh,
jika hanya ingin menjadi seorang pengemis kata?
Hari yang gelap, perasaan hancur berantakan karena harus
menerima bahwa dunia tulis menulisku lebih indah daripada dunia nyataku. Aku
hanyalah pengembala cerita, pengemis kata, bahkan cinta. aku suka jatuh
terpuruk dalam bingkai cerita yang ending indahnya visa aku tulis sendiri.
Tapi ayolah, hati! Sinkronkan akal sehatmu! Kamu hidup bukan
hanya untuk berimajinasi. Kau akan mempertanggung jawabkan apa yang kau pinjam
kepada Tuhan yang memberi ruhmu. Kamu juga bukankah telah berjanji untuk
membuat kehidupan baru? Berketurunan, atau bahkan menmbantu hidupnya orang
lain.
Oke, war is begin!
Berawal menjadi mahasiswa semester awal farmasi, membuat
manusia segumpal lemak yang berasal dari SMA yang di peta pun susah dicari aku
terseok-seok. Masuk lab kaget lihat barang gelas semua, bikin obat, baca
tulisan dokter yang mungkin sama susahnya kaya hati kamu yang susah dibaca,
atau bahkan menghafal singkatan s.u.e. (yang aku kira bahasa Jawa artinya lama,
m.f.l.a. , pc, ac, s3dd atau apalah kode rahasia yang seperti kode buat dapetin
hatinya kamu.
Oke semua sudah melewati fase di mana kuliah yang bukan
passionnya kamu, terseok-seok ngikutin kuliah, hidup hedon dan melipir ke sana
kemari, homesick, nangis terus, nge-gank ke sana ke mari, dan banyak kekagetan
awal kuliah. Mulai dari situ dengan pedihnya karang hidup, kau mulai bisa
membuat membran permeabelmu sendiri. Mana yang harus kamu lepas, mana yang
harus kamu pertahankan. Sahabat, teman, gaya hidup, cara mengatasi tugas yang
banyak, belajar sks (yang sampai semester terakhir pun tetap sks), dan banyak
hal lain yang membuatmu tertampar untuk lebih dewasa lagi.
Hingga di titik kritis kamu mulai menciintai kuliahmu dengan
sepenuh hati. Entah karena kamu mulai menemukan kebermanfaatan di sana,
mencipta energy menjadi elegi, menemukan sahabat terbaik, atau teman hidup
bagimu kelak. Ada beberapa hal yang membuatmu sadar mengapa kamu terdampar di
tempat itu. Ada hal yang membuatmu tertampar mengapa kau menyadarinya
seterlambat itu.
Hingga pada masa STMJ (di kampus di sebut sebagai Semester
Tujuh Masih Jomblo) tapi izinkan saya menyebut kita wahai manusia semester
tujuh yang harus dan selalu baik-baik saja sebagai ASIDA. Aku siap siding, aku
siap wisuda, aku siap dilamar. Well, ini semangat buat kita gais! Hingga ada
istilah sehari menunda skripsi sama dengan sehari menunda pernikahan.
Nikah nikah nikah nampaknya momok yang dijadikan semangat
dalam menapaki beratnya semester tujuh. Karena cinta hakiki itu nikmat. Eh
bukan. Mmh maksudnya kalau sudah diiming-imingi masalah cinta, anak semester
tujuh bakal bangkit semangat membara.
Buat anak semester tujuh, sebagai pembuka cerita ngawur ini,
maka katakan pada lubuk hatimu yang mulai kroak itu:
Hai jiwaku, katakanlah pada diriku bahwa aku harus terus
berjuang. Banyak tahap telah aku lalui dalam membahagiakan dan menepati baktiku
pada kedua orang tuaku. Maka bersabarlah wahai jiwa! Akan ada kebahagiaan di
balik semuanya. Bahwa ada seseorang lain yang menungguku lulus dan sukses. Diam
dan lamit tangkupan doanya digenangi air mata di tiap sepertiga malam akhirnya.
Ada juga mimpi yang telah terlanjur aku proklamirkan, sehingga aku harus membuatnya
menjadi nyata. Hai hati, bersabarlah!
Salah satu masalah terbesar adalah skripsi. Sebagai syarat
bahwa kamu layak menyandang gelar S. … walaupun kita sudah S3, SD, SMP, dan
SMA. Tapi lebih sekedar itu. Skripsi bukan hanya milik orang yang pintar. Tapi
ia lebih menjadi kepemilikan sosok gigih, tempur, dan kuat menangis pada
Rabbnya.
Menunggu dosen memang melelahkan. Tapi coba kau ingat lagi,
lebih lelah mana dengan ibumu yang menungguimu Sembilan bulan dengan sabar,
menungguimu pulang bermain, ibumu yang menungguimu pulang ke rumah dan mencium
mesra dahi beliau yang tanpa kau sadari sudah mulai keriput.
Kau bilang kau wanita tempur yang tangguh. Kau bilang kau
bisa menunggu dengan sabar orang yang ingin kau perjuangkan. Omong kosong! Ia
hanya menjadi bagian dari masa kinimu, yang belum tentu bisa kau teruskan. Ini
lebih serius daripada itu. Ada hal serius yang harus kau perjuangkan!
menunggu dosen hanya terbilang jam. Selagi menunggu kau bisa manfaatkan dengan membaca buku, berbincang, bahkan mencari ide lain untuk mimpi dan citamu yang lain.
menunggu dosen hanya terbilang jam. Selagi menunggu kau bisa manfaatkan dengan membaca buku, berbincang, bahkan mencari ide lain untuk mimpi dan citamu yang lain.
Wahai petempur yang sudah lelah. Ini hanya masalah
kesabaran. Tenanglah, Tuhan bersama hambanya. Cukup pasrahkan dirimu dan
berusaha selagi kau mampu. Persilahkan Ia menyempurnakannya untukmu. Jangan
pernah mengeluh, update status, bahkan marah menggerutu. Ada gunanya?
Semakin orang lain tahu akan kesusahanmu, tak semua akan
peduli. Akan ada yang mensyukuri atas kesulitan yang menimpa dirimu, atau ada
yang hanya memberikan like pada postinganmu. Kau gila likers?
Daripada menggerutu, cobalah berdama dengan dirimu. Yang
tahu bagaimana dirimu hanya kamu, dan tentu saja yang membuatmu. Kau sering
lupakan Ia.
Duhai petempur yang sudah mulai jengah dengan revisi. Tak
ada di dunia ini yang sempurna. Hanya Allah yang memiliki. Tenanglah, terima
masukan dari pikiran banyak orang. Terima saja. Toh kamu belum tentu lebih baik
dari mereka. Pahami apa yang mereka inginkan. Belajarlah menghargai waktu,
memahami orang lain, dan pintalah pada Rabb,mu.
Duhai petempur yang sudah lelah. Apa salahnya mengeluh?
Letih? Lelah? Namun kau hanya boleh mengeluh pada dzat yang bisa menjawab
keluhanmu. Bukan pada manusia yang bahkan bisa melemahkanmu juga.
Wahai hati yang kini sedang menunggu. Dengarkan kataku.
Persiapkan dirimu untuk menjadi yang terbaik dari yang baik. Akan susah orang
memilihmu di antara jutaan ribu umat. Jadilah yang paling bersinar. Perbaiki
dirimu, tinggikan derajatmu, dan bersabarlah.
Wahai hati para petempur. Kau hanya butuh berusaha dan
bersabar ekstra di banding lainnya. Hadiah besar aka nada untuk tantangan
besar. Jika kau hanya diuji seputar undian berhadiah dengan memainkan peluang,
kau hanya dapat satu buah piring cantik. Semua orang punya. Tapi cobalah untuk
menjadi berlian. Di dalam lumpur kotor pun ia akan tetap bercahaya.
Para petempur semester tujuh, kau hanya butuh berjuang
lebih. Allah sedang memelukmu erat.
Sincerely
Your part of 7th semester little Fighter
-Hafsa Karosita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar